"Gue cabut." Nino segera membawa tasnya dan beranjak dari bangku sekolah.
"Mau kemana?" tanya Iwin yang bingung dengan tingkah Nino kali ini.
"Gue mau ngasih pelajaran ke tutor itu dulu sebelum dia ngajarin gue." jawabnya sambil berjalan menuju ke pintu keluar kelas.
Iwin, Ohm, dan Gupi saling pandang mendengar jawaban Nino. "Gue ikut." Ohm berteriak dan berlari mengejar Nino.
"Mau apa lagi tuh anak." Iwin geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu. "Gupi Lo mau ikut juga?" tanya Iwin.
"Hem, gue juga penasaran apa yang akan Nino lakuin." jawab Gupi sambil menarik lengan Iwin agar segera mengejar Nino dan Ohm yang belum jauh.
Gupi dan Iwin pada mengekor Ohm yang lebih dulu mengejar Nino. Mereka bertiga tentu saja penasaran apa yang akan Nino lakukan pada tutor yang di pilih papanya itu.
"Dia kagak akan menghajar tuh tutor kan?" Gupi terlihat cemas jika terjadi sesuatu pada tutor itu, karena mereka tahu seperti apa karakter Nino.
"Gue juga nggak tahu, ayo kita ikuti saja dia kemana." Iwin memberikan helm pada Gupi dan segera tancap gas mengejar Nino dan Ohm yang melaju kencang diatas rata-rata.
"Gue masih mau hidup, Win. Kalau mau mati jangan bawa-bawa gue." Gupi menggerutu saat Iwin juga melajukan motornya diatas rata-rata.
"Percaya sama gue, nyawa Lo masih aman." teriak Iwin dari dalam helmnya, karena Gupi pasti tidak akan dengar dengan posisi mereka yang saat ini sedang melaju di jalanan.
Motor Nino berhenti di sebuah kampus yang sangat terkenal, Darma Bhakti university. Kampus yang di dominasi oleh kalangan elit, dan dapat dipastikan jika yang menjadi mahasiswa ataupun mahasiswi disana adalah orang kaya.
"Lo kenal Dewa, anak arsitektur." tanya Nino pada salah seorang mahasiswa disana.
Orang tersebut melihat Nino dari atas sampai ke bawah, lalu dia mengerutkan keningnya. "Lo nanya gue?"
"Ya iya, memangnya disini ada orang lain lagi?" Nino malah balik bertanya pada lelaki yang ada didepannya.
"Heh bocah, Lo kalau mau nanya sama yang lebih tua itu yang sopan. Minimal permisi dulu sebelum bertanya." omel mahasiswa tersebut sambil melipat kedua tangan didepan dada.
"Maaf, maaf phi. Teman gue emang gitu," Ohm yang baru saja datang, ia langsung menginjak sepatu Nino dengan kuat.
"Bangsat, sakit Cok." keluh Nino sambil melompat lompat memegangi sebelah kakinya yang terinjak oleh Ohm.
"Phi Nanda?" Iwin yang baru sampai dengan Gupi terkejut melihat orang yang di kenalnya.
Lelaki yang di panggil dengan sebutan Phi Nanda itu mengerutkan keningnya, "Win? Lo ngapain kesini?"
"Lo kenal dia Win?" tanya Nino yang masih membungkuk memegang kakinya.
"Oh ini Phi, temen gue lagi nyari tutornya. Katanya dia kuliah disini." jelas Win yang mengabaikan pertanyaan Nino.
Gupi dan Ohm hanya tersenyum canggung pada Nanda, "Dia temen Lo?" tanya Nanda dengan senyum miringnya sambil menunjuk ke Nino.
"Iya Phi, kami satu sekolah, satu kelas juga." jawab Iwin.
"Ck, Lo nyari Dewa kan?" tanya Nanda dengan tak ramah pada Nino.
"I-iya," jawab Nino yang memang masih kesakitan di kakinya akibat ulah Ohm.
"Ikut gue," ucap Nanda.
Mereka berempat pun mengekor Nanda yang jalan lebih dulu, setelah sampai di sebuah ruang musik mereka melihat dua orang pemuda berada disana. Yang satu sedang bermain gitar sedangkan satunya lagi sibuk membaca sebuah buku.
"Dew, ada yang nyari Lo nih."
Dua orang laki-laki yang ada didalam kompak menoleh kearah pintu, "Mereka siapa?" tanya orang yang sedang bermain gitar.
"Oh kenalin phi, ini Nino yang sedang ada urusan sama Phi Dewa. Ini Ohm, ini Gupi, dan gue Win Phi." Iwin mewakili mereka untuk memperkenalkan diri.
"O, Gue Bryan. Ini Dewa, ini Nanda." jawab Bryan menjabat tangan mereka satu persatu.
"Lo ada urusan apa nyari gue?" tanya Dewa dengan nada datar kearah Nino yang katanya ada perlu dengannya.
"Lo beneran mau jadi tutor gue?" tanya Nino dengan nada songongnya.
Dewa menaikkan sebelah alisnya melihat Nino, "Kenapa? Ada yang salah dengan itu?" Dewa balik bertanya.
"Ck, gue mau batalin jadwal les gue sama Lo. Uang yang dijanjikan papa ke Lo, gue ganti dua kali lipat." ucap Nino dengan percaya diri.
Dia yakin laki-laki itu akan menerima tawarannya, karena memang sebelumnya Nino sudah mencari informasi tentang Dewa yang memang butuh uang untuk biaya kuliah dan biaya hidupnya.
Ketiga sahabatnya tercengang mendengar perkataan Nino barusan, sampai-sampai Iwin menarik ujung lengan bajunya Nino memberi kode agar Nino tidak berulah ditempat itu.
Dewa melihat kesamping kiri dan kanannya yang disambut dengan ketawa kecil teman-temannya. "Gue kagak butuh duit dari Lo, gue cuman akan patuh sama orang yang sudah ngebayar gue pertama kali." jawab Dewa sedikit kesal karena merasa diremehkan.
Nino terkejut karena tawarannya di tolak mentah-mentah oleh Dewa. "Gue kembalikan 3 kali lipat." tawarnya lagi, namun Dewa masih bergeming.
"Empat kali lipat, Lima kali lipat atau Lo mau sepuluh kali lipat? Gue pasti akan kembalikan dengan full asal Lo mau batalin jadwal les gue."
Tentu saja tawaran dari Nino sangat menggiurkan bagi Dewa, tapi bukan itu poinnya. Sepertinya pemuda didepan Dewa ini harus di beri pelajaran terlebih dahulu, karena pada dasarnya tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang.
Mendengar Nino yang excited menawarkan banyak uang padanya, Dewa seakan tertantang untuk tetap mengajar pemuda tersebut. Ia penasaran kenapa sampai segitunya pemuda itu tidak mau les dengannya.
"Jam empat gue jemput ke sekolah Lo besok," Dewa berucap sambil pergi meninggalkan ruang musik tanpa menunggu jawaban dari Nino.
"Hey, tunggu. Gue kagak mau mengikuti les dari Lo, woy jangan pergi gue belum selesai bicara sama Lo." Nino berdecak kesal karena Dewa pergi begitu saja dan menolak penawaran yang berikannya.
"Sudahlah Nong, ikuti saja permintaan papa Lo itu. Apa susahnya jadi anak yang nurut?" Bryan menepuk pundak Nino.
"Ck, bocah manja ya gini." Nanda yang dari awal tidak suka pun mencibir Nino.
"Gue kagak manja ya, hanya saja gue nggak mau les sama tutor seperti kalian. Bukankah kalian juga masih kuliah di kampus ini dan terhitung masih mahasiswa juga. Pasti ilmu kalian juga belum begitu tinggi, kalaupun gue les dengan teman kalian itu. Tidak menjamin nilai gue bakalan naik kan?" Nino yang sudah terlanjur kesal berbicara menggebu-gebu.
Nanda dan Bryan tercengang dengan perkataan pemuda itu, begitu juga dengan ketiga temannya yang melotot kearah Nino. "Psstt, diam." Ohm merasa tidak enak dan memberi isyarat agar Nino diam.
"Hehehe, maaf phi. Sebaiknya kami pergi dulu sebelum teman kami kerasukan jin penunggu kampus sini." Gupi menarik lengan Nino untuk meninggalkan tempat itu.
"Permisi Phi,"
Sedangkan Ohm dan Iwin mengikut dari belakang. "Kagak nyangka gue Win punya temen jelmaan jin iprit begitu." Nanda menggelengkan kepala melihat punggung keempat pemuda yang sudah jauh meninggalkan ruang musik.
"Win?" gumam Bryan sambil tersenyum.
"Kenapa Lo Bry? Jangan-jangan Lo juga ikutan kesambet setan penunggu kampus." Nanda yang melihat Bryan senyum-senyum sendiri bergidik ngeri.
Karena biasanya Bryan lebih banyak diam sama seperti Dewa, tapi ini kenapa dia senyum-senyum sendiri. Jangan-jangan bukan Nino yang kerasukan tapi Bryan, pikir Nanda.
"Apaan? Gue laper, ayo ke kantin." jawab Bryan.
"Cih, laper kok senyum-senyum sendiri." Nanda mengikuti Bryan yang lebih dulu berjalan kearah pintu.
"Imut." gumam Bryan tersenyum, entah siapa yang ia maksudkan.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Tutor, I'm In Love (DewNani)
Подростковая литератураWARNING!!! Disini adalah lapak boyslove, yang tidak suka dilarang mampir apalagi hate komen. Cukup di skip aja dan carilah bacaan yang sesuai dengan keinginan kalian. Thanks. Sebelum baca alangkah baiknya follow authornya terlebih dahulu, biar sama...