“Tadi pagi phi melakukan seks denganku, setelahnya phi bermesraan dan menghabiskan waktu sama dia.” suara Nino sedikit bergetar menahan tangisnya, ia menarik ponselnya dan memasukkan kedalam saku celana kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya untuk sekedar menenangkan diri.
“Aku terlalu naif untuk berpikir bisa mendapatkan hati phi kembali.”
Nino tertawa miring seakan mengejek dirinya sendiri. Rasanya dia ingin marah, tapi dia tidak bisa marah. Semua adalah salahnya telah mengganggu orang yang salah, semua salahnya menjadikan seorang Dewa sebagai bahan taruhan konyol yang nilainya tak seberapa.
Bahkan mungkin tanpa taruhan itu pun sebenarnya Nino bisa membeli jenis motor yang sama, namun entah setan mana yang membuatnya mengiyakan tawaran Ohm kala itu. Tapi Nino tidak menyesal, karena taruhan itu dia bisa mengenal Dewa lebih jauh.
Dewa terkesiap mendengar ucapan Nino, dia ingin menarik menarik tubuh Nino kedalam pelukannya namun Nino mundur satu langkah sedikit menjauh dari Dewa sehingga Dewa mengurungkan niatnya dan hanya bisa melihat kedalam mata Nino yang seperti menyimpan luka.
“Nino sebenarnya itu__” ucapan Dewa langsung dipotong Nino.
“Cih, aku benar-benar merasa seperti jalang, murahan, yang melemparkan tubuhku sendiri agar bisa kamu nikmati secara cuma-cuma.” lagi-lagi Nino bicara yang menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh.
Nino menghela napas “Sekarang kita impas, jadi tidak punya hutang satu sama lain lagi phi. Aku harap phi tidak menyimpan dendam lagi padaku.”
“Dan makasih phi sudah menolongku dari anggota Genk Demons, serta makasih juga sudah mengobati lukaku. Lain kali semoga ada kesempatan untukku membalas Budi baik phi.” Nino berusaha tenang walau dalam hatinya terasa sesak, perih, sungguh rasanya sakit bagai ditikam ribuan pisau berkali-kali.
Dewa menghela napasnya, “Itu nggak seperti yang Lo pikirkan, Nino.” Dewa berucap dengan matanya tak lepas dari wajah Nino.
Nino menatap Dewa yang terlihat tenang tanpa ekspresi, sebenarnya Nino berharap jika Dewa akan menjelaskan padanya. Namun ia juga tak akan memaksa pada lelaki yang lebih tua didepannya itu. Rasanya dia tidak ada hak untuk marah padanya.
“Tidak seperti yang kupikirkan? Emang phi tau apa yang sedang aku pikirkan?”
Dewa menghela napasnya dan menatap dalam mata Nino, “Aku memang dekat dengannya, tapi kedekatan kami tidak seperti apa yang ada dipikiran kamu, baby.” ucap Dewa lembut berusaha meyakinkan Nino.
Nino mengerutkan keningnya. ‘Aku? Kamu? Baby?’ batinnya.
Nino bingung dengan maksud dari perkataan Dewa, “Kalau bukan seperti yang aku pikirkan, lantas seperti apa phi? Aku tidak mau hanya menebak-nebak sedekat apa phi sama dia. Jadi tolong beri aku penjelasan soal ini, biar aku tahu bagaimana harus menentukan sikap terhadap phi kedepannya karena aku juga tidak mau merusak hubungan orang lain.” Nino seakan menuntut jawaban dari segala pemikirannya tentang wanita yang begitu dekat dengan Dewa tersebut.
“Sebenarnya dia__” belum sempat Dewa menyelesaikan kalimatnya terdengar ponsel miliknya berdering, “Sebentar aku angkat telepon dulu, jangan kemana-mana.” ucap Dewa lalu dia pergi menjauh dari Nino setelah melihat nama siapa yang menghubunginya, sedangkan Nino masih menunggu jawaban dari Dewa.
Nino melihat jam tangan di pergelangan tangannya lalu ia menghela napas, “Tengah malam begini? Emangnya siapa yang sedang menelpon sampai harus menjauh dariku.” gumam Nino dengan rasa penasaran.
“Baiklah aku akan menunggu sebentar lagi, aku juga penasaran siapa sebenarnya gadis itu? Kenapa dia terlihat sangat dekat dengan phi Dew.” monolognya, lalu Nino berbalik badan dan duduk di sofa ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Tutor, I'm In Love (DewNani)
Teen FictionWARNING!!! Disini adalah lapak boyslove, yang tidak suka dilarang mampir apalagi hate komen. Cukup di skip aja dan carilah bacaan yang sesuai dengan keinginan kalian. Thanks. Sebelum baca alangkah baiknya follow authornya terlebih dahulu, biar sama...