Matahari mulai menampakkan sinarnya, bahkan biasnya kini menembus kaca jendela kamar pemuda yang masih bergelung dengan selimut tebal walaupun kini dia sudah membuka kedua matanya.
Jemari tangannya menelusuri wajah tampan lelaki yang lebih tua disebelahnya, memandangi wajah lelaki yang ada disampingnya membuat lelaki yang lebih muda itu tersenyum bahagia.
Entah kenapa dia merasa enggan untuk turun dari ranjang, tapi ia juga tidak bisa memejamkan mata karena seluruh tubuhnya serasa remuk dan sakit semua.
“Kenapa berhenti?” Nino tersentak kaget saat Dewa bersuara khas orang bangun tidur. Kemudian Dewa menarik tangan Nino dan mengecup punggung tangannya.
“Phi sudah bangun?” Nino balik bertanya dengan wajah bersemu merah hingga ke telinganya.
“Hem, gue ada kuliah siang ini. Jadi gue harus segera bersiap.” jawabnya serak.
Mengingat perjalanan dari villa menuju ke kota sangatlah jauh, maka Dewa harus berangkat dari pagi agar bisa mengejar jam kuliahnya siang nanti.
Dewa menarik tubuh Nino kedalam pelukannya, lalu ia membelai pucuk rambut Nino. Seperti terkena sihir, Nino hanya menurut dan menyamankan dirinya ke dalam pelukan Dewa.
“Apa kita sudah berkencan, phi?” tanya Nino tiba-tiba, wajahnya menatap wajah Dewa.
“Menurut Lo gimana?” bukannya menjawab, Dewa malah balik bertanya.
“Ish, kok malah balik nanya. Gue kan udah ngikutin yang Lo minta phi, masa iya belum lolos juga.” Nino mengerucutkan bibirnya, dan itu terlihat menggemaskan di mata Dewa.
“Jangan begini kalau sama orang lain,”
“Hah?” Nino bingung begini bagaimana maksudnya, apa Dewa berpikir kalau Nino sering tidur dengan sembarangan orang?
“Bibir Lo itu, jangan begitu kalau didepan orang lain.” ucap Dewa yang mengerti kebingungan Nino.
“Emangnya kenapa? Perasaan tidak ada yang aneh.” Nino yang masih bingung bertanya.
Dewa terdiam sesaat, “Karena Lo boleh seperti itu hanya didepan gue,” jawab Dewa gemas lalu mengecup kening Nino.
“Cih, apaan Lo aja nggak jawab pertanyaan gue tadi.” Nino semakin mengerucutkan bibirnya karena kesal.
Dewa terkekeh pelan, “Pertanyaan yang mana, Hem?” goda Dewa, lalu membubuhkan ciuman di bibir Nino.
“Ish, apa kita sudah bisa dibilang berkencan sekarang?” dengan cemberut Nino bertanya lagi.
Dewa mengecup kening Nino, “Hem,” jawabnya sambil tersenyum.
“Benarkah?” wajah Nino seketika langsung sumringah.
Dewa mengangkat alisnya, “Apa masih kurang jelas?”
Nino hanya tertawa melihat wajah Dewa yang mulai kesal, “Ssshhhhh,,,” tiba-tiba tawa Nino terhenti dan mendesis menahan sakit di area holenya saat ia bergerak.
Dewa terlihat panik, “Apa masih sakit?” tanyanya dengan wajah khawatir.
Walaupun ini pengalaman pertama baginya, namun Nino bukan pemuda lemah. “Gue baru tau kalau pertama kali lakuin begituan, rasanya akan begini, Ssshhhh...” jawab Nino yang masih mendesis menahan sakit.
Dewa menghela napas, setelahnya dia tersenyum membayangkan apa yang mereka lakukan tadi malam. Malam panas dan menggairahkan sepanjang malam.
“Kok malah senyum-senyum gitu, ini beneran sakit phi.” kesal Nino yang merasa di ejek oleh Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Tutor, I'm In Love (DewNani)
Teen FictionWARNING!!! Disini adalah lapak boyslove, yang tidak suka dilarang mampir apalagi hate komen. Cukup di skip aja dan carilah bacaan yang sesuai dengan keinginan kalian. Thanks. Sebelum baca alangkah baiknya follow authornya terlebih dahulu, biar sama...