Strata 3 batal.
Ngelamar Najla pun batal.
Sadam bukan tipe cowok yang bakal larut dalam patah-hati. Apalagi menjelma cowok-cowok indie. Galau segalau-galaunya saat menatap senja? Oh no! Sembari meneguk kopi dan menikmati patah hati? Big no!
Nyatanya ia salah besar. Sempat Sadam berpikir bahwa memang itulah yang terbaik buatnya dan Najla. Mereka berpisah, betul-betul berpisah setelah tiga kali putus-nyambung seperti ABG puber. Lagi pula, cewek mana yang mau terus-terusan dipacari tanpa ada komitmen ke depannya?
Yes, Najla adalah salah satu di antara 'jenis' itu. Bayangkan saja, mereka berpacaran dari zaman menjadi mahasiswa baru program Strata 1. Sampai terakhir kali mereka bersama, Sadam belum berani mengajaknya melangkah ke pelaminan. Terlalu banyak kekhawatiran yang dia pikirkan.
"So, kamu udah terima undanganku?"
Taek, lah!
Seraya menutup gorden kamar, Sadam bergumam random. Terkesan malas menanggapi panggilan Najla. Sakit hati baru terasa saat selembar undangan mampir ke rumah orang tuanya. Sial beribu sial, yang menerima benda itu adalah sang mama. Wajar saja mama dan papanya terus mengungkit pernikahan Najla secara terang-terangan. Lalu, dikaitkan dengan Sadam.
"Dam, aku masih bicara sama kamu, loh. Ingat, kita pisah baik-baik. Kamu nggak dendam, kan?"
Nggak. Cuma kesel aja gara-gara kamu aku sampe nggak minat ngapa-ngapain.
"Halo, Dam? Seriously? Kalau kamu diem aja, aku matikan telponnya. Kalau bukan kamu yang nelpon duluan, nggak kuladeni, loh."
"Sori, aku ganggu kamu."
Suara kasak-kusuk terdengar lewat pengeras suara. Barangkali Najla memang sedang ada urusan di luar. Entahlah. Sadam sudah enggak terlalu mengikuti kabarnya selama tiga bulan terakhir. Sampai akhirnya tiba-tiba saja undangan sialan itu datang.
Ugh, so sorry. Bukannya gue enggak suka Najla menikah, tapi sebagian dari hati mungil gue menjerit kesakitan.
"Nggak, nggak, aku aja yang lupa kalau kamu emang lebih suka diem."
"Belum juga setahun, kamu udah lupa aja tabiatku."
Terkikik gadis itu di seberang sana. Sial! Khayal Sadam melanglang buana. Membayangkan pipi tembam Najla yang dipercantik lesung kecil. Kalau sedang tertawa, ia betah memandangi gadis itu berjam-jam.
"Udah, ah. Makin ngaco, deh. Pokoknya kamu dateng, ya. Bulan lalu kamu nolak dikenalin sama Yudis. Nanti harus dateng, dong, biar kamu kenal calonku, eh ... suamiku."
"Hm, oke."
"Oke, Dam. Aku buru-buru banget, mau fitting baju lagi. Dah, sampai ketemu di hari H."
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...