Jika sebelumnya Sadam membawa Barry ke unit apartemen dan mengizinkannya tinggal di sana, sekarang berbeda cerita. Ia justru membawa seorang wanita ke sana. Wanita yang baru saja sah menjadi istrinya. Bahkan saat menyetir, Sadam tidak henti mengamati cincin kawinnya yang tersemat di jari. Itu adalah pertanda bahwa sekarang dirinya tidak lajang lagi. Maka sah-sah saja Sadam membawa Sara bersamanya.
Lima hari menjelang pernikahan Sadam, Barry berinisiatif sendiri untuk pindah. Sementara mencicil rumah sendiri sebelum menikah nanti. Siapa sangka? Sadam pikir Barry akan mendahuluinya, tetapi ternyata dialah yang mendahului sang sahabat. Wow! Dalam sekejap mata, Sadam sudah menambah gelarnya, yaitu seorang suami.
Keduanya baru saja tiba di apartemen. Petang yang menjelang mengantar mereka tiba di tempat tujuan. Setelah kemarin bermalam di rumah Malik, sekarang kehidupan mereka sebagai suami-istri benar-benar akan dimulai. Kendati demikian, tetap tidak ada 'malam' seperti pengantin lainnya. Baik Sadam dan Sara masih sama-sama canggung jika melakukan hal lebih jauh dari sekadar berbagi ranjang dan tidur berhadapan.
"Kamu yakin nggak apa-apa di sini dulu? Barry gimana?" tanya Sara saat mereka tiba di unit.
"Nggak usah mencemaskan dia. Aman."
"Ya, tetap aja. Tadinya dia tinggal di sini."
Sadam terkekeh sebentar. "Lebih baik kita cemaskan makan malam sekarang. Tadi, sih, nggak mau makan di luar."
"Kamu bisa masak? Masaklah," kata Sara dengan enteng seraya menjatuhkan tubuh ke sofa. Sepasang matanya mengamati Sadam yang masih berdiri tidak jauh dari ruang tengah. "Jangan bilang, kamu bakal menekankan bahwa seorang istri harus pintar memasak?"
"Nggak, lah. Aku bisa masak. Nanti aku masak untuk kita." Lelaki berkacamata dengan kemeja biru tua mendekat dan tersenyum lebar di depan Sara. Bahkan ia sampai berjongkok segala. "Pantes aja tadi kamu nggak bantu-bantu mama di dapur. Kamu nggak bisa masak."
"Ngeledek?"
Sadam lagi-lagi terkekeh. Setiap ia bersuara, rasa-rasanya Sara selalu membalas dengan ketus. "Kamu mirip sama Kiara. Dia nggak bisa masak juga, lho. Tapi, sekarang lumayan bisa karena belajar dari Mbak Nadira. Aku bisa masak, walaupun nggak sejago Mas Raja. Tenang, kamu nggak akan kelaparan."
"Emangnya, tuh, dapur udah banyak stoknya?"
"Dapurku selalu banyak stok makanannya. Aku ini bukan lelaki yang malas memenuhi asupan energi."
Tanpa membalas Sadam, Sara hanya melengos dan berbaring di atas sofa. Gurat lelah di wajahnya tampak kentara. Seharian mereka membersihkan rumah dan membuat daftar barang-barang yang harus dibeli untuk mengisi rumah baru. Soal pekerjaan untungnya Sara mengesampingkan dulu. Sadam agak takjub karena Sara benar-benar serius mengurus tempat tinggal mereka.
Bahkan Sara dengan tegas memilih sendiri apa yang harus ada di rumah. Juga memberikan kesempatan pada Sadam untuk membeli apa yang dibutuhkan olehnya. Bagaimana bisa Sadam tidak jatuh cinta? Ketika mendapatkan pasangan yang juga memberikan kesempatan padanya untuk menyuarakan pendapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...