CP 8: OUR WEDDING

582 58 5
                                    

"Tumben pagi-pagi begini Mas udah rapi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Tumben pagi-pagi begini Mas udah rapi. Mentang-mentang punya calon istri, tiap pagi kayak segeran nggak, sih, Ma?" Kiara mengusik kedamaian Sadam pagi itu.

Padahal sang kakak hanya ingin menikmati makanan dengan tenang. Kehadiran Kaka sudah cukup, tak perlu Kiara ikut-ikutan menambah tingkat stres. Bagaimana tidak? Sejak Deka mulai bekerja dan meninggalkan istri serta anaknya di rumah, maka kedua makhluk menyebalkan itu—setidaknya buat Sadam—sering menghabiskan waktu di rumah keluarga Malik. Menginap bahkan.

"Mama ada bikin sarapan lebih, nanti bawakan untuk Sara, ya." Ayudia beranjak dari kursi menuju dapur untuk mengambilkan makanan yang dimaksud.

Sejak Sadam dan Sara sepakat menikah, Ayudia terlihat jauh lebih bahagia dari Malik. Lengkap sudah keinginan kedua orang tuanya: memiliki menantu dari anak-anak mereka. Coming soon Sara bakal diundang ke grup keluarga.

Malik yang sejak tadi diam pun mengamati sang putra. Tak tahu saja jika Sadam sudah kehilangan nafsu makan.

"Sudah tentukan tanggalnya?" tanya Malik.

"Menikah, kan, nggak harus cepat-cepat, Pa. Barry mempersiapkan pernikahannya lebih dari enam bulan. Minimal enam bulan, lah, persiapannya."

"Kelamaan. Kamu mau Om Halim menjodohkan Sara dengan lelaki lain?"

Sadam tidak masalah. Mau dibatalkan pun, tidak apa. Toh, Sadam tinggal mengikuti lagi alur perjodohan lain yang disiapkan papanya.

"Diam artinya nggak ikhlas kalau Mbak Sara sama cowok lain," ucap Kiara yang terkekeh saat mendapati Sadam mendelik padanya. 

"Ah, sudahlah." Malik bersuara lagi. "Pokoknya dalam waktu dekat, ya. Papa kasih waktu dua bulan. Kita persiapkan dua bulan."

"Pa?" Sadam tak dapat mempercayai pendengarannya sendiri. "Masa secepat itu?"

"Dam, lihat adikmu dan Mas Raja, menikahnya juga .. maksud Papa persiapan pernikahannya juga nggak lama."

Iya, mereka menikahnya dadakan! Sadam berucap, "Jangan bawa-bawa Mbak Nadira dan Mas Raja, kalau mereka dengar ... mereka bakal ngerasa bersalah lagi." Ia paham betul kasus kakak laki-lakinya sangat berbeda dengan kasus adik perempuannya.

"Ya, maaf. Papa nggak bermaksud."

Demi mengusir canggung, Ayudia meminta agar mereka segera menyudahi pembicaraan dan lanjut sarapan. Hari itu Sadam tidak punya pilihan lain selain ... mengikuti keinginan orang tua.

Jika tidak, Malik dan Halim barangkali akan terus mengungkit-ungkit usia senja, cucu, menantu, dan sederet hal yang berkaitan dengan pernikahan. Kepala Sadam sudah mau pecah menampung semua perkataan mereka, jadi lebih baik dituruti.

Tak ada yang bisa menjamin apakah kelak mereka akan tetap bersama, jatuh cinta, dan membina keluarga kecil yang bahagia? Atau memang justru sebaliknya. Menikah tanpa cinta bisa saja membuat peluang besar untuk berpisah.

Calon Pasutri√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang