CP 4: BISA DICOBA

464 43 2
                                    

"Siapapun itu kecuali Sadam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapapun itu kecuali Sadam. Titik!"

Sudah satu bulan terlewat, tetapi kalimat itu senantiasa terputar-putar ulang serupa kaset rusak dalam kepala Sara. Makin berlebihan saat akhir-akhir itu ia dan Sadam kian sering bertemu. Padahal sudah satu bulan sejak ia menolak perjodohan .

Semua gara-gara orang tua mereka yang tiba-tiba mengatur janji temu. Bagaimana mungkin Sara menghindar? Setelah Halim Wiradana—papanya—senantiasa membantu dalam pembiayaan D'Amore Boutique yang akan segera perempuan itu kelola.

Bukan hanya gara-gara sokongan dana, tetapi ada alasan lain mengapa Sara tidak bisa menolak perjodohan. Jika menolak, ia otomatis menunda jodoh adiknya sendiri.

"Mbak, aku nggak mau tau, ya! Mas Ezra udah siap untuk menikah dan aku hanya perlu menunggu Mbak menikah sebelum aku. Apa susahnya terima keinginan papa? Toh, Mbak udah kenal lama dengan Mas Sadam. Pernikahan kalian nggak seburuk apa yang mungkin Mbak pikirkan sekarang. Aku nggak mau hanya gara-gara Mbak, aku dan Mas Ezra batal menikah!"

Perkataan Salsa, adiknya, tiga hari lalu menjadi alasan mengapa Sara tidak bisa menolak. Syarat yang sejak dahulu diutarakan Halim jika putri-putrinya ingin menikah, yaitu tidak boleh ada yang saling melangkahi. Sara harus menikah terlebih dahulu sebelum Salsa. Untuk itulah rencana pernikahan Salsa dan Ezra sekarang tertunda.

Mamanya juga sudah lelah mengatakan bahwa Sara sudah tak muda lagi. Sebentar lagi 30 tahun dan adiknya tak mungkin menunda pernikahan lebih lama. Saat Sara berusaha meminta keringanan, sang papa malah kukuh dengan pendiriannya.

Maka hari itu Sara menerima keinginan sang papa. Ia baru kembali dari butik setelah mengobrol dengan seorang supplier. Juga merampungkan rundown acara peresmian butik yang akan digelar sebentar lagi. Wanita itu pulang dalam keadaan yang amat kucel. Matanya menampakkan jejak kehitaman, bibir pucat dan kering, serta rambut yang tidak pernah dikeramas selama dua hari.

"Kamu ketemu rekan kerja dengan penampilan kayak gini?" tegur Wilona, mamanya.

"Nggak, lah. Aku harus tetap kelihatan cantik, Mam. Ini karena semalam begadang menyelesaikan sketsaku." Sara meletakkan tas besar berisi kain perca ke arah sofa.

Kakinya yang ramping dan mulus pun bergegas ke arah dapur. Mengisi perut keroncongan dengan segelas air akan lebih baik. Perutnya suka bermasalah belakangan karena diserang gugup menjelang peresmian butik. Semoga saja tidak diare mendadak saat hari H.

Wanita berkaus merah dengan celana jins itu meneguk air mineral. Untuk sesaat ditelitinya punggung Wilona yang sibuk di depan kompor. Sedangkan Bu Yam, pembantu mereka, sibuk di depan wastafel. Sara mengetuk-ngetuk pinggiran gelas dengan jemari lentiknya. Agak sangsi untuk mengutarakan apa yang ada dalam benaknya saat itu.

Tiba-tiba Salsa datang dari anak tangga lantai dua. Melihat keadaan kakak sulungnya, si bungsu meringis kasihan. Sekarang Salsa tidak heran mengapa kakaknya tidak laku. Rambut yang dicepol acak-acakan terlihat seperti sarang kutu.

Calon Pasutri√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang