CP 11: KEMAUAN ORTU

433 47 1
                                    

Mama Wilo: Sara, malam ini bisa pulang dulu nggak, Sayang? Keluarga Om Malik mau ke sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mama Wilo: Sara, malam ini bisa pulang dulu nggak, Sayang? Keluarga Om Malik mau ke sini. Mama tunggu di rumah, ya.

"Kenapa?" tanya Kimberly—perempuan berambut curly di depan Sara.

"Mama minta gue pulang."

Helaan napas Sara mengudara seiring pesan yang baru saja mampir ke bar notifikasi. Pikirannya sedang penuh, tetapi sang mama malah menambah pikiran saja. Sebenarnya Sara malas pulang, suasana hatinya sedang tidak baik. Pertemuan dengan supplier kain dan kunjungan langsung ke pabrik konveksi tersebut tidak berjalan lancar.

Kain yang dipesan ternyata belum disiapkan sepenuhnya. Baru sekitar 80% dan Sara tidak suka yang setengah-setengah. Nyaris saja ia memutuskan kerjasama, menganggap si penyuplai terlalu santai, tidak profesional. Namun, Kimberly ada di sana menemaninya dan tentu kalau bukan karena Kimberly yang super penyabar dan tenang, Sara akhirnya memberikan kesempatan kedua.

"Urusan pernikahan?" tanya perempuan yang lebih tua satu tahun dari Sara.

"Apa lagi? Orang tua gue kalau lagi semangat, ya paling karena urusan pernikahan."

"Untuk itu, Ra. Lo fokus aja ngurus pernikahan. Masalah butik, gue dan yang lain, kan, ada."

Sara memutar kursi kerjanya beberapa kali. Lalu berhenti tepat di depan Kimberly yang duduk di tepian meja. "Kim, gue sebenernya takut."

"Apa yang bikin lo takut? Emangnya lo bisa takut, Ra? Selama gue kenal lo, kayaknya orang-orang yang takut sama lo. Zaman SMP lo pernah bikin anak orang kencing di tempat karena lo marahin."

Wanita dengan sorot mata tajam itu tergelak. Omongan Kimberly benar-benar manjur membuat suasana hati agak membaik. "Sialan, lo! Gue marahin dia juga karena nggak sopan ngintip cewek lagi ganti baju. Ah, yang paling gue ingat, pas SMP ada kakak kelas yang ngelabrak, eh ujung-ujungnya dia yang nangis."

"Bener, waktu itu lo disangka genit ke pacarnya, 'kan?"

Sara tergelak puas sambil memegangi perut. Mengangguk-angguk seraya mengenang kembali ingatan zaman sekolah dahulu. Kalau di SMA agak kurang, karena ia lebih sibuk di klub fotografi. Saat itulah Sara mengenal Sadam untuk pertama kali. Sayangnya, mereka tidak akur. Sifat Sara yang keras dan cuek, membuatnya sulit didekati. Lagipula, Sara juga tidak mau dekat dengan Sadam.

"Omong-omong, apa yang bikin lo takut, Ra?" tanya Kimberly kembali memasang wajah serius.

"Lo pernah punya pengalaman, tapi berpisah sama Harsa. Kalian yang saling mencintai aja bisa berpisah, Kim. Gimana gue sama si anak mama itu? Kami menikah atas kemauan ortu."

"Anak mama?"

"Iyalah. Dia dari dulu, kan, sukanya di rumah. Males gue nyebut anak rumahan. Anak mama aja."

Giliran Kimberly yang tergelak lepas. Tawanya reda ketika merampas segelas air dari dispenser. Perempuan bertubuh langsing tersebut menjatuhkan bokongnya ke sofa.

Calon Pasutri√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang