Sarapan bareng keluarga memang hal membahagiakan buat Sadam. Namun, hari ini ternyata jauh lebih menyenangkan. Walaupun sarapan di tempat ramai, tetapi bisa duduk menikmati makanan di depan Sara adalah hal lain yang memicu senyumnya untuk terus hadir. Apalah arti makanan di piring, jika mengamati istri lebih menarik untuk dilakukan?
Anggap saja Sadam berlebihan. Maka, Sadam akan merekomendasikan untuk segera menikah. Punya istri, ada yang bisa dilihat setiap hari. Walaupun agak jutek kayak Sara. Tak apalah, yang penting sekarang Sadam sudah mengakhiri pencariannya. Wanita terakhir yang diharapkannya adalah Sara.
"Kamu udah selesai belum? Kalau belum, cepetan!" kata Sara seraya mengusap bibirnya dengan tisu.
"Udah, Yang. Aku nungguin kamu, loh."
"Kalau gitu, kita pergi sekarang."
Sadam beranjak diikuti oleh Sara. Sepasang pengantin baru tersebut lantas berjalan keluar dari restoran hotel. Pak Iman rupanya sudah menunggu mereka cukup lama. Sampai-sampai Sadam merasa tidak enak hati.
Mobil menjauh membawa Sadam dan Sara menuju alamat yang dikirim oleh Malik. Sebenarnya alamat itu tidak asing, tetapi Sadam juga tidak terlalu mau mengorek informasi di mesin pencarian raksasa. Ayudia pernah bilang bahwa itu adalah kejutan, jadi Sadam tidak akan mencari tau terlebih dahulu.
"Euh, mama bilang kita akan mendapat hadiah pernikahan," kata Sara setelah sekian detik mereka diburu kecanggungan.
"Hadiah? Papa Malik nggak pernah bilang apa-apa. Walaupun Mama Ayudia sempat ngomongin kejutan." Sadam menanggapi.
Wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya langsung mendekat dan menyodorkan ponsel. Terlihat pesan masuk di ruang obrolan Sara dengan Wilona. Saat Sadam mengangkat wajah, kedua matanya bertemu dengan sepasang mata sang istri. Mata Sara membulat saking kaget. Sebab jarak mereka terlalu dekat.
Untuk sekian detik tatapan mereka beradu. Seolah-olah tidak ada Pak Iman yang memegang kemudi di depan. Tanpa keduanya sadari jika Pak Iman memperhatikan lewat pantulan rear view. Aksi tatap-menatap tersebut kemudian terhenti saat Sara berdeham dan memundurkan tubuh. Sama seperti Sara, Sadam langsung mendekat ke kaca mobil dan menyandarkan kepalanya di sana.
"Masih jauh nggak, Pak?" tanya Sara pada Pak Iman.
Walaupun Pak Iman yang diajak bicara, Sadam tetap menoleh. Tampak Sara berpura-pura tidak memedulikannya. Sehingga membuat Sadam betah memperhatikan Sara tanpa enggan mengalihkan atensi darinya.
"Sebentar lagi, Mbak," kata Pak Iman.
"O-oh, ya udah. Pelan-pelan aja nyetirnya, Pak." Sara terdengar menyimpan kegugupan. "Kenapa kamu?" tanya Sara ketika menyadari Sadam terkekeh singkat. "Memangnya ada yang lucu."
"Iya, kamu yang lucu," jawab Sadam.
"Berhenti atau aku akan mendorong kamu keluar dari sini."
"Dih, jahat amat." Sadam melirik Pak Iman yang senyum-senyum sendiri. "Pak Iman kenapa senyum? Istri saya ini emang agak lain, ya? Belum juga sehari jadi pengantin udah digalakin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...