Mertua. Satu kata yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran Sara. Akan tetapi, sekarang ia benar-benar memilikinya. Menikah di usia tiga puluh tahun memang pilihan Sara, tetapi masih saja rasanya seperti mimpi. Seharian bersama sang suami, menjelang gelap ia dibawa ke rumah mertuanya, lalu bergabung dengan keluarga besar sang suami. Benar-benar hal yang sangat baru baginya.
"Sadam udah bicara ke Mama tentang rencana kalian sementara waktu untuk di sini dan unit. Kalau Mama berharap kalian akan di sini selama mungkin, tapi sepertinya kalian juga harus mengurus keperluan rumah. Untung Kiara, Deka, dan Kaka dekat. Jadi rumah bisa ramai," kata Ayudia saat mengajak Sara berbicara di kamar Sadam.
"Iya, Ma. Rumahku nggak seramai di sini, jadi agak beda melihatnya. Apalagi anak-anak menyambut kami dengan bahagia. Aku jadi ingin berlama-lama di sini."
Ayudia mengulas senyum selebar mungkin di hadapan sang menantu. "Tentu kami senang karena sekarang menantu di rumah ini bertambah. Kebahagiaan papa dan Mama serasa lengkap melihat Sadam akhirnya berkeluarga. Raja bersama Nadira, Kiara dan Deka, lalu kamu menikah dengan Sadam."
Sebagai menantu terakhir dalam keluarga Malik, Sara disambut dengan sangat baik. Kedua saudara Sadam, Raja dan Kiara, tidak kalah baik. Mungkin juga karena baru awal pernikahan. Namun, Sara memantapkan diri agar terus menjaga hubungan baik dengan mereka. Terlebih kedua menantu lain, Nadira dan Deka ternyata cukup gampang diajak berbicara. Mereka akrab dalam hitungan jam.
Itu kali pertama Sara datang ke rumah Sadam. Mulai saat ini ia harus mengakrabkan diri dengan anggota keluarga besar Malik. Menyesuaikan diri dengan orang-orang yang sebenarnya sudah lama Sara kenal, tetapi tidak cukup akrab. Bahkan saat Halim berkata ingin menjodohkannya dengan Sadam, Sara agak sedikit kaget. Sebab, ia tidak benar-benar dekat dengan pria itu dan keluarganya. Sara takut banyak cobaan di depan sana.
Cobaan yang pastinya akan datang. Orang bilang, jika masih baru-baru umur pernikahan, mungkin akan banyak hal-hal manis yang terjadi. Seiring berjalan waktu, badai akan datang menghantam. Tergantung dari keduanya, apakah bisa bekerjasama dalam menghadapi badai tersebut. Maka, rumah tangga mereka akan selalu bisa bertahan.
"Nah, sekarang kamu sudah jadi anaknya Mama juga. Jangan sungkan dan anggap saja Mama seperti mama kamu, ya. Kita sudah jadi keluarga, Sara," ucap Ayudia membuyarkan lamunan Sara.
"Pasti, Mama."
"Kamu mandi dulu, gih. Setelah itu kita makan malam bersama. Kaka dan Aya pasti senang karena ada anggota baru di keluarga ini. Kamu harus sabar ngadepin mereka kalau udah rewel," cetus Ayudia. Setiap berbicara, wanita itu selalu mengakhiri dengan senyuman singkat.
Sempat Ayudia menepuk-nepuk punggung tangan Sara sebelum keluar dari kamar. Kini hanya menyisakan Sara seorang diri. Kedua matanya mengamati ruangan tersebut. Seperti yang Sara duga, kamar Sadam sangat jauh berbalik dari kamarnya sendiri. Sadam terlalu rapi dan bersih untuk Sara yang tidak doyan bersih-bersih, berantakan. Aroma kamar khas sekali dengan parfum Sadam. Sepertinya aroma Sadam juga menempel pada sprei yang diduduki oleh Sara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...