"Maaf, aku nggak akan mengulanginya lagi. Jadi, tolong tarik kata-katamu tadi. Aku serius, aku ingin kita kita menikah, Sara."
Sepasang kaki Sara serasa tidak mampu bergerak, saking lemas karena tindakan tiba-tiba Sadam. Ia ingin bergerak menjauh, tetapi Sadam tidak mau melepaskan pelukan itu. Degup jantung Sara tiba-tiba berisik. Ternyata berdebar-debar membuat Sara merasa tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Lelaki yang membuatnya berdebar adalah Sadam. Adik tingkatnya saat masih sekolah dan kuliah. Lelaki yang dahulu ia pikir adalah anak kecil. Sadam yang dianggapnya sebagai anak manja yang tidak suka bekerja keras.
Jelas-jelas Sadam bukan tipenya. Namun, mengapa Sadam malah membuatnya berdebar-debar. Aneh banget! Sentuhan Sadam seakan-akan menghantarkan aliran listrik pelan sehingga jantungnya serasa akan melorot jatuh ke perut.
Lalu, bagaimana tadi Sadam memanggilnya? Sara? Hanya Sara tanpa embel-embel 'Mbak' atau seperti biasanya memanggil 'Sayang'. Sara sukses dibuat bungkam.
"Aku minta maaf. Jadi, aku mohon, jangan membatalkan pernikahan yang tinggal menghitung hari. Setelah ini kita nggak diizinkan ketemu, jadi aku nggak mau kita diam-diaman sampai hari pernikahan," cetus Sadam, lagi. Kali ini tangannya tidak tinggal diam mengelus lembut rambut wanita itu.
Meski Sadam terus bersuara, tetapi Sara tetap tidak bisa menjawab. Gawat! Ia kehilangan kosakata. Masih agak syok dengan pelukan yang tiba-tiba. Kimberly! Gue kenapa?
"Oke, aku tau kamu marah. Marahlah selama yang kamu mau. Tapi, aku nggak mau kamu membatalkan pernikahan kita secara sepihak. Dan aku pun nggak akan mau membatalkannya. Jadi, tolong, kumohon ... maafkan aku," tukas Sadam, lagi.
Tanpa berkata apa pun, Sara mengangkat tangan kanan dengan gerakan pelan. Lalu, melingkarkan pelan di pinggang lelaki itu. "Lebih baik kita turun sekarang."
Sadam menyudahi pelukan mereka. Alih-alih membiarkan Sara bergerak menjauh, ia memegangi kedua bahu sang calon istri. Sepasang matanya terus tertuju pada sorot mata Sara yang memang selalu tampak menampilkan sorot tajam. Senyum lelaki itu terlukis sesaat.
Angin siang berhembus pelan menerpa helai-helai rambut mereka. Bahwa angin dan mentari yang begitu menyengat menjadi saksi bisu bahwa mereka sebenarnya sudah terjatuh dalam pesona masing-masing. Hanya saja, ada yang memaksa untuk tidak mengakuinya.
"Jadi, aku dimaafin, 'kan?" tanya Sadam.
"Nggak tau."
"Baiklah, kita bicarakan nanti. Sekarang kita ke bawah dulu dan temui mereka. Jangan sampai orang tua kita khawatir. Aku juga nggak sabar ...," kata Sadam menahan kalimatnya sesaat.
"Apanya?" Suara Sara masih terdengar agak jengkel.
"Lihat kamu pakai gaun pengantin yang sudah fix. Pasti cantik banget," katanya dengan tulus memuji sang calon istri. "Aduh!" Kemudian Sadam menjerit karena ujung sepatu Sara menginjak kakinya sedikit keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...