Lelaki itu menggeliat di atas kasur dengan seprei cokelat susu. Rasa-rasanya ia tidak ingin meninggalkan tempat ternyaman. Namun, sinar oranye di ufuk barat samar-samar membias pada kaca ruangan. Tembus sampai menerpa wajah tampannya.
Semua teman-teman di klub fotografi mengetahui jika Sadam yang paling susah diajak bertemu. Alasannya, energi Sadam akan terkuras habis jika terus seharian di rumah. Hari itu mereka berhasil. Setelah diajak berburu foto oleh teman-temanya, sekalian reuni, Sadam pun mengiakan. Lama tidak berkeliling Jakarta. Mereka menjajaki tempat-tempat yang banyak pengunjung, sehingga bisa memotret keadaan di jalan.
"Jam berapa, sih?" gumam Sadam sambil menggaruk-garuk leher. Kendati demikian, ia tidak langsung bangun.
Untungnya Barry sedang tidak ada di unit apartemen. Lelaki pengoleksi waifu-waifu cantik itu berjanji akan bertemu calon istri masa depan. Jadi, Sadam tidak bisa menahannya untuk tidak pergi.
Rasa lelah menyakitkan sekali. Nyaris seluruh tubuh Sadam dihampiri pegal. Pinggangnya apalagi. Belum tua-tua banget sudah jompo.
"Kenapa gue ngerasa ada yang kelupaan, ya, hari ini? Tapi, apa?" gumam Sadam di sela-sela mengumpulkan energi untuk bangkit dari kasur. Kasur memang sengaja banget menahan-nahan tubuhnya.
"Lupa apaan, ya? Apa perasaan gue aja?" gumam lelaki itu seraya menggosok-gosok mata. "Kok, Mbak Sara nggak ngabarin gue? Apa dia lagi sibuk? Ah, ngapa juga gue pikirin? Kangen? Yang bener aja."
Puas bermonolog, Sadam menggeleng-gelengkan kepala. Mustahil juga kalau Sara yang bakal kangen. Jadi, mungkin memang dirinya yang kangen dengan perempuan itu. Namun, Sadam berusaha mengelak.
Ketika hendak menutup mata lagi, Sadam terperanjat karena suara bel mengganggu gendang telinga. Jelas-jelas itu bukan Barry, sebab cara orang itu menekan bel brutal sekali. Berkali-kali, sampai membuat Sadam mendengkus. Orang gila macam apa yang memencet bel orang lain seperti itu?
"Anjir, siapa lagi, sih?" Mau tidak mau, Sadam bangkit dari kasur.
Padahal rencananya ia akan berdiam diri di kasur sampai petang nanti. Namun, gara-gara si tamu menyebalkan yang menekan bel secara ugal-ugalan, Sadam jadi jengkel sendiri. Biar ia pastikan siapa orang iseng itu. Awas saja kalau Sadam tidak menemukan siapa pun.
Sadam keluar dengan langkah terhuyung-huyung. Ia menguap sesekali sambil menggaruk perut yang terlindungi kaus tipis. Kedua kaki jangkung lelaki itu melangkah cepat menuju pintu. Suara bel yang dibunyikan berkali-kali membuatnya jengkel. Berisik! Orang gila seperti apa yang membuat keributan di unit orang lain?
Ia tidak sempat mengecek di layar interkom doorbell. Mana sempat? Sadam sudah kepalang kesal dengan orang di balik pintu. Ketika daun pintu terbuka lebar, pemandangan yang pertama kali menyapa matanya adalah wajah Sara. Wajah yang diselimuti aura-aura kemarahan. Andia saja mereka tengah syuting film, mungkin akan ditambahkan efek kabut merah di belakang perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...