Papanya cukup mengerti dengan pekerjaan Sara. Rumah yang diberikan sebagai hadiah pernikahan ternyata dilengkapi ruangan kerja untuk Sara. Juga studio kecil untuk Sadam. Semalam keduanya menerka, entah berapa jumlah uang yang dikeluarkan oleh Halim dan Malik untuk membeli rumah tersebut.
"Sebenarnya aku lebih nggak enak ke Mas Raja dan Kiara. Papa dulu nggak sampai memberikan hadiah pernikahan berupa rumah. Yeah, walaupun pendidikan Kiara tetap dibiayai juga oleh mereka setelah menikah. Sedangkan Mas Raja dibantu membayar biaya unit apartemennya." Begitulah kata Sadam semalam saat berbicara dengan Sara.
Sebelum tidur mereka tiba-tiba sering berbicara berdua. Entah itu hal penting maupun tidak. Terjadi begitu saja. Tanpa ada yang meminta atau menyarankan. Namun, Sara tidak merasa rugi. Ia bisa mendengar cerita Sadam, begitu pula sebaliknya.
Tadi pagi Sadam membuatkan sarapan untuk mereka. Setelah kejadian kemarin ketika Sadam meminta dibuatkan kopi, lalu keluar dari kamar tanpa sehelai baju, Sara jadi malas bangun pagi. Biarlah Sadam yang melakukannya. Toh, Sadam juga tidak keberatan. Lelaki itu dengan senang hati membuatkan sarapan untuk mereka.
Mulai sekarang Sara harus benar-benar terbiasa dengan suaminya. Entah sampai kapan ia akan sanggup melihat Sadam sendiri yang menyiapkan sarapan. Namun, Sara belum ingin belajar memasak. Pekerjaan menantinya dan tentu ia tidak bisa terus seharian di rumah. Jauh-jauh hari Sadam sudah sepakat untuk lebih sering di rumah karena ia sekarang mulai bekerja di rumah saja, melanjutkan kegiatan sebagai fotografer lepas.
Kini Sara tengah menyusun barang-barang yang baru tiba. Ia dan Sadam memesannya di IKEA beberapa jam lalu. Rumah memang harus dibersihkan dan dirapikan dulu sebelum mereka menempatinya. Beberapa furniture dan alat-alat rumah tangga dikirim hari ini. Sara mengamati para pekerja yang meletakkan barang-barang mereka.
"Sara?" panggil Wilona yang datang berkunjung dengan Salsa.
"Kenapa, Mam? Di bawah ada masalah?"
"Nggak. Mama sama Salsa abis ini mau ke supermarket. Mau belanja. Kamu sekalian ikut nggak?"
"Nggak, deh. Aku mau bantu Sadam di sini."
Wilona mengangguk. "Ya udah, nanti Mama dan Salsa balik lagi ke sini. Kalian nggak usah khawatir makan siangnya, nanti kami belikan."
"Makasih, Mam."
Hampir saja Wilona menuruni anak tangga, tetapi kemudian berbalik lagi. Wanita itu meraih lengan Sara, lalu membawa anaknya melipir ke ruangan kecil yang tidak lain adalah ruang kerja Sara. Sedangkan di sebelahnya adalah studio milik Sadam.
"Kenapa, Mam?" tanya Sara, lagi. Keduanya duduk di sofa kecil yang bahkan penutupnya belum dibuka. "Nggak jadi pergi?"
"Jadi. Tapi, Mama mau tanya sesuatu ke kamu. Sebenarnya Mama sudah bicarakan ini dengan ibu mertuamu. Dia sudah tanya ke Sadam juga. Apa kalian sudah membicarakannya?" Sepasang mata Wilona menatap Sara lekat-lekat. Seakan-akan harapan meletup dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...