Sadam tidak menyangka akan ada pada titik itu. Titik di mana baju pengantin akan dibuat sesuai dengan pengukuran pada tubuhnya. Dahulu, ia yang menemani Raja dan Nadira fitting baju pengantin bersama Ayudia. Demikian juga saat Kiara dan Deka menikah.
Dua kali ikut serta dalam pernikahan kedua saudaranya, lantas membuat Sadam terbiasa. Bahkan Barry mengaku ingin Sadam menjadi fotografernya kelak. Sekarang justru Sadam-lah yang akan sibuk mengurus pernikahannya sendiri. Bohong kalau ia tidak gugup.
"Dam, cepetan! Tante Wilo dan Sara sudah nunggu di sana." Ayudia berseru dari arah ruang keluarga. .
"Astaga, Mama. Iya, sebentar. Lagian pasti bakal kena macet juga," jawab Sadam seraya muncul menyingsingkan lengan kemeja hingga ke sikut. "Rajin amat Mbak Sara sama Tante Wilo."
"Anak ini!" Tangan Ayudia nyaris mendarat di pundaknya. "Kamu jangan bikin kesal mereka, dong. Masa mereka yang menunggu. Kalau Sara nggak mau jadi istrimu bagaimana? Papamu pasti akan menjodohkan kamu sama anak-anak temannya yang lain."
Sadam mengangkat bahu, enggan meladeni mamanya lagi. Lebih baik mereka segera berangkat untuk menghindari kemarahan Sara. Wanita itu barangkali tidak akan marah langsung di hadapan para orang tua. Namun, telinga Sadam akan panas mendengar omelan jika mereka sudah berdua.
Mobil Sadam sejurus kemudian menghilang dari rumah. Si pemilik membawanya menuju tempat janjian. Ketika mengecek ponsel, Sadam meringis melihat pesan masuk dari Sara yang hampir belasan. Isinya kurang lebih sama; memaki Sadam karena keterlambatannya. Pesan itu seakan-akan bersuara dan Sadam bisa melihat wajah Sara saat mengamuk kesal.
Mengerikan dan ia harus menikahi wanita itu.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Ayudia, "jangan nyetir sambil main handphone!"
Sadam manut-manut saja. "Perasaan apa maksud Mama?"
"Kamu dan Sara sudah makin dekat. Masa belum jatuh cinta? Anaknya baik, loh. Sopan dan pekerja keras. Kalau cantik, ya, jelas cantik. Semua wanita cantik di mata mama."
"Berarti Najla juga cantik?"
Bahkan Sadam tidak bisa mempercayai celetukannya sendiri. Sudah dipastikan bagaimana reaksi sang mama. Tatapannya tidak kalah murka dari wajah bengis Sara. Sadam nyengir lebar tanpa dosa.
"Kamu masih suka Najla? Inget, Nak! Dia sudah punya suami. Masa kamu suka istri orang," kata mamanya memprotes. "Najla memang cantik, tapi sudah ada yang punya. Sudah sah pula."
"Nggak, Ma. Aku asal ngomong."
"Lalu, gimana kamu dan Sara?"
Sebelum menjawab, Sadam berpikir cukup lama. Akhir-akhir itu ia dan Sara memang dekat. Namun, untuk jatuh cinta barangkali belum. Sadam akui, Sara memang perempuan cantik dan pekerja keras. Terlepas dari sikap judes, malas-malasan, dan jorok. Namun, di antara mereka masih begitu-begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...