CP 3: MENDADAK SETUJU

603 51 1
                                    

Efek patah hati? Mungkin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Efek patah hati? Mungkin.

Ke mana sisi produktif Sadam yang dulu? Sekarang untuk bangkit dari kasur saja rasanya malas betul. Barangkali karena sikap Malik sudah mulai mencair dan Sadam merasa agak bebas, maka sekarang ia seperti ngelunjak. Seperti tidak ada tujuan hidup.

Mengapa ia sekarang terkesan seperti ABG yang kerjaannya main, main, dan main. Padahal harus kerja, cari uang untuk tabungan masa depan. Kelak Sadam akan menikah dan sudah pasti bakal menafkahi anak gadis orang. Masalahnya, sejak putus—untuk yang terakhir kali—dengan Najla, separuh hidup dan semangat Sadam serasa melanglang buana. Harinya yang berwarna mendadak mendung seketika.

Apalagi ditambah dengan kabar Najla yang akan segera menikah. Tadinya Sadam berpikir kondisinya bakal baik-baik saja, tetapi ternyata tidak. Efek patah hati bikin ia malas melakukan apa pun.

"Bangun! Udah siang," tegur sebuah suara

Sinar mentari mengintip lewat celah kamar. Gorden kamar Sadam terbuka lebar dan si pelaku baru saja berkacak pinggang. Melihat mukanya bikin Sadam jengkel setengah mati. Kiara menjadi lebih menyebalkan setelah menikah, bagi Sadam tentunya.

"Mas, ayo bangun! Ih, kayak pengangguran banget, deh." Kiara menarik-narik selimut gue.

Dia lupa, ya? Kalau kakaknya dengan sombong memilih menjadi menganggur untuk saat itu. Lagi pula mengapa Kiara doyan banget datang ke rumah orang tua mereka saat ditinggal kerja suaminya? Mentang-mentang dekat jadi seenaknya datang dan pergi. Sadam enggak masalah sebenarnya, yang masalah itu kalau Kaka ikut ke sana.

"Om!"

Tuh, kan! Baru dipikirkan, bocah itu sudah datang. Ia naik ke atas tempat tidur dan menduduki punggung omnya. Kebetulan Sadam berbaring menelungkup. Gerakannya terlalu keras sampai-sampai ia nyaris memekik.

"Kaka, turun! Nggak boleh kayak gitu. Om kamu, tuh, pinggangnya udah nggak kuat lagi. Udah makin tua, jompo."

"Nggak anak nggak ibu, sama aja!"

Kiara terkekeh dan meraih Kaka. Ia segera menggendong anaknya. "Mas, buruan keluar, deh. Papa mau ngomong katanya. Ada yang penting tentang Mbak Sara."

Sara lagi? Sadam bahkan masih jengkel dengan pertemuan kemarin. Mengingat wajahnya, ia juga kembali teringat akan pertemuan di butik. Sara tak mengatakan banyak hal. Hanya mengaku tidak ingin dijodohkan dengan lelaki yang usianya terlalu muda. Padahal cuma beda dua tahun. Katanya setahun lagi ia sudah tiga puluh tahun dan tidak butuh cowok yang suka main-main.

Crazy face! Memangnya gue terlihat seperti cowok yang nggak serius?

Hari itu Sara lebih banyak bersuara dan Sadam cuma menyimak. Hanya beberapa kali merespons ketika ditanya. Ia juga tidak lupa mengutarakan keinginan untuk menikah nanti setelah siap. Baik secara finansial maupun mental.

Calon Pasutri√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang