Jarum jam menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan Sadam masih terjebak di jalan. Tepat di sampingnya, Sara sejak tadi menghela napas. Gara-gara terjebak macet selama tiga puluh menit, Sara sampai harus mengundur janji temu dengan seorang supplier kain. Sikap yang tidak profesional sekali, tetapi mau bagaimana lagi? Hari itu jalanan super padat nan sibuk seperti hari yang telah lewat.
Suara klakson saling bersahutan satu sama lain. Asap knalpot membubung menebarkan karbon monoksida yang sangat merugikan sistem pernapasan. Terik mentari sudah kian menyengat, membakar kulit para penduduk yang berlalu-lalang di bahu jalan.
"Tempatnya udah deket, aku turun di sini aja," tukas Sara setelah mengecek jarum jam di tangannya. Bahkan sampai menoleh ke belakang, menjangkau tas yang dilemparnya asal saat masuk ke mobil.
Gara-gara tangannya tidak sampai, Sadam mengambil alih. Dengan penuh pengertian mengambilkan benda itu dan menyodorkan pada sang calon istri. Entah penglihatannya yang salah atau memang benar adanya, pipi Sara bersemu merah. Ah, mungkin efek blush on.
"Nggak bisa ditunda lagi?" tanya Sadam.
"Tunda gimana? Udah ditunda juga. Aku turun aja."
"Eh!" Sadam menahan pergelangan Sara yang hendak turun. "Udah agak longgar. Diam aja di situ. Di luar panas, mana kamu pakai heels pula. Tadi aku bilang pakai sepatu aja biar kaki kamu nggak sakit."
Bukannya langsung mendapat jawaban, Sadam malah mendapati Sara menatapnya tanpa henti. Ekspresi wanita itu seakan-akan mengatakan: ini beneran lo?
Kekeh geli Sadam terdengar, merobek fokus Sara yang sejak tadi memandanginya. Laki-laki berkacamata itu kembali melajukan mobil dengan pelan. Syukur saja jalanan sudah tidak terlalu padat sehingga kini mobil berjalan seperti semula. Tempat janjian Sara dengan si pemasok kain memang sudah sangat dekat.
"Aku udah bilang, Dam, kamu jangan terlalu usaha. Aku nggak bakal terpesona sama perhatianmu secepat itu," cetus Sara sambil membenarkan penampilannya. Dari tas kecil itu, ia mengeluarkan sebuah lipstik dan kaca mini, lalu mematut diri.
"Kamu suka cowok yang serius dan effort-nya nggak main-main, 'kan?"
"Terserah, deh. Kalau kamu kecewa, jangan menyalahkan aku."
Mobil kemudian berhenti tepat di depan sebuah kafe bertema klasik. Tanpa memedulikan ucapan Sara, Sadam hanya sibuk menelitinya. Sara meletakkan lipstik dan cermin mini ke atas dashboard. Senyum tipis terlukis di bibirnya sebelum keluar dari mobil.
Kedua netra Sadam yang dilindungi kacamata, pun memandangi lipstik dan cermin mini milik Sara. Atensinya tersita ke arah lain, yaitu Sara yang tiba-tiba menundukkan kepala hanya untuk menatap Sadam dari kaca mobil yang terbuka. Pasti lipstik dan cermin, tentu saja tidak akan ada ucapan terima kasih.
Sebelum gue pergi, lo harus berterima kasih, Mbak.
"Aku baliknya sore, mau ke tempat Kim. Kamu jangan rese mengirim pesan untuk membahas pernikahan. Hari ini jangan menggangguku dulu," kata Sara sambil menunjuk-nunjuk lelaki yang fokus di depan kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Pasutri√
Romance[Finished only on KaryaKarsa] Kata mereka hidup Sadam terlalu kaku. Sejak mendapat luka dari kekasih masa lalu, rasa-rasanya ia enggak ingin menjatuhkan hati lagi pada wanita manapun. Berangkat dari hal itulah akhirnya Sadam menerima tawaran sang pa...