72. me gustas tu : heart

627 66 3
                                    

Bermimpi indah, Bulan. Temui aku sebagai langit malam yang memberimu banyak bintang.
.
.

"Kamu tidak mengerti, kamu tidak tahu, dan kamu tidak merasakan bagaimana aku selama ini mencari-cari seperti apa itu cinta, hanya untuk mencintaimu selayaknya pria dan wanita! Lalu sekarang, kamu memintaku untuk pergi?" Alis gadis itu semakin mengerut, matanya berembun. "Jika aku mati karena dirimu, itu sebagai bukti betapa aku mencintaimu, Lyle!"

"Apa dirimu sadar, apa dirimu lupa apa yang dilakukan kamu selama ini padaku? Pantaskah aku membencimu? Pantaskah aku tidak takluk padamu? Apakah pantas diriku tidak jatuh padamu?!" Dia beremosi penuh, hingga pohon di luaran sana meliuk diterpa kencangnya angin. "Yang Mulia, sekarang dirimu mengusirku?"

Ia memeram mendengar ucapan Sophia. Tidak setajam petir, namun mampu membuat pendengarannya tidak terkontrol. Kepalanya pening, seakan kalimat Sophia terus berputar di dalam sana. Seharusnya, malam ulang tahun menjadi malam yang menyenangkan. Namun beberapakali mengalami, ia justru terkena petaka.

Dengan tubuh yang serasa ingin tumbang, lelaki itu bangun dan merebut pipi Sophia dengan kedua tangan. Ia mencium bibirnya secara mendadak. Meskipun begitu, tidak ada keterkejutan sama sekali dari Sophia, matanya menyipit, tidak ada yang dia rasakan selain rasa sakit. Ribuan belati telah menerobos jantungnya, membuat lubang menganga, seakan hendak merebut cintanya.

"Kalau begitu, lupakan aku, anggap aku hanya angin lalu."

Suara Lyle yang pelan, semakin mambuat Sophia membenci hidupnya. Apakah lelaki itu tidak mengerti seluruh perkataan tadi? Apa dia kurang jelas mengatakan kalimat penolakan yang menumpuk itu? "Tidak!"

Perempuan tersebut memijit pelipis, dan berpaling menjauh dari Lyle. "Sekalipun mecintaimu racun untukku, aku akan tetap meminumnya."

"Itu akan menjadi racun kesukaanku." Nadanya merendah, angin pun perlahan berhenti.

Pasrah, Lyle merangkul pinggang gadisnya, mengantarkan ke arah ranjang. Ia mendudukkan di tepian ranjang, lalu sedikit mendorong bahu itu agar berbaring. Selepasnya, Lyle berputar ke lain arah, dan mengambil sisi lainnya. Dia menarik gadis itu ke dalam dekapan, mengusapnya, dan terus mengatakan kalimat-kalimat sayang.

Pergerakan Sophia melambat, napasnya mulai teratur. Suara Lyle seolah serupa mantra pengantar tidur. Begitu hangat, lembut dan nyaman, selaras dengan pelukan dan belaiannya.

"Selamat tidur, sayang." Lelaki itu mengelus pipi perempuannya, memandang wajahnya, dan berakhir memangut bibirnya yang sedikit terbuka.

****

Kehidupanmu berupa berkah untukku. Kelahiranmu sangat berharga. Aku sama sekali tidak akan melupakanmu. Aku mencintaimu, seperti bunga yang mencintai musim semi. Aku mencintaimu, seperti salju yang mencintai musim dingin.

Aku menyukai malam yang penuh kegelapan. Namun kamu menarikku dari kegelapan. Aku sempat berpikir kalau terang itu menyilaukan, namun ternyata cahaya bulan sangat menyejukkan. Mataku yang panas, menjadi mendingin. 1000 tinta dan kertas tidak akan cukup untuk menuliskan betapa aku mencintamu.

Terima kasih, Sophia.

Di dunia ini, aku paling menyukaimu.

Banyak kertas tergeletak di bantal sang suami, menyambut pemandangannya di pagi hari. Namun sosok yang menuliskan catatan itu telah pergi entah ke mana. Ia tidak dapat menemukannya di kamar mandi, ataupun di tempat pelatihan, sampai akhirnya memilih untuk membacanya.

Sophia Celeste, dia begitu kecil saat pertama kali aku melihatnya, sampai aku berpikir dia akan terinjak olehku.

Ia mengambil kertas lain.

The Cursed Duke's MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang