Banyak cerita suka, duka, lucu, dan menyeramkan yang kami alami selama di sini. Kebetulan sekali, aku satu tempat tidur dengan Hamonangan. Aku tidur di bawah dan Hamonangan di atas. Dialah satu-satunya sahabatku yang selalu membuat ulah di barak. Kelakuannya yang berani, tetapi lucu banyak meninggalkan cerita kocak dan menegangkan yang sulit dilupakan.
Di barak kami ada salah satu pengasuh namanya Letnan I Marpaung dari korps TNI AL. Inilah ulah Hamonangan yang akhirnya membuat kami semua ditempeleng oleh Lettu Marpaung.
Bermula dari jadwal piket Letnan Marpaung berkeliling barak. Di barak kami kebetulan ada juga calon taruna yang namanya Marpaung. Dia sedang santai di tempat tidurnya. Maka mulailah Hamonangan beraksi begitu Letnan Marpaung melewati jalanan samping barak kami.
"Wooy, Marpauuung! Tidur aja kerja kau!" Hamonangan berteriak keras sekali sampai terdengar ke luar barak. "Bangun, Marpaung! Malas kali kau!"
"Eh, awas itu ada Letnan Marpaung di luar." Aku mengingatkan.
"Biar aja," jawabnya tak acuh. Dia sengaja ingin membuat ulah.
Aku mengintip ke gang bangsal tempat Letnan Marpaung tadi melintas. Dia sudah tidak ada di sana.
"Marpauuung!! Bangunlah kau! Di sini cuma kau yang paling malas!" teriak Hamonangan sekali lagi.
Tiba-tiba, Letnan Marpaung sudah muncul di depan pintu. Langsung diikuti aba-aba oleh ketua regu. Wajah kami semua sudah berubah menjadi tegang. Beberapa menatap marah ke arah Hamonangan dengan mata melotot
"Siaaap grak!" Ketua regu memberi aba-aba yang selalu dilakukan setiap ada pengasuh masuk ke barak.
"Siapa tadi yang teriak-teriak Marpaung?!" Letnan Marpaung membentak.
Tak ada satu pun yang menjawab.
"Siapa yang marga Marpaung di sini?!" tanya Letnan Marpaung.
"Saya, Pak." Catar Marpaung mengacung.
"Siapa tadi yang teriak-teriak Marpaung?!" Sekali lagi Letnan Marpaung membentak.
"Dia, Pak," jawabnya sambil menunjuk ke arah Hamonangan.
Letnan Marpaung baru mendekati Hamonangan dan langsung mendaratkan tamparan ke pipinya berkali-kali.
"Apa kerja orang tua kau?" Dia bertanya galak.
"Wiraswasta, Pak," jawabnya. Di sini semua calon taruna dilarang membuka identitas orang tua, terlebih lagi yang berpangkat tentara. Walaupun sebenarnya orang tua Hamonangan tentara juga.
"Biarpun bapak kau jenderal, saya tak takut," bentak Letnan Marpaung. "Kalian sudah tau kawan kalian ini teriak-teriak seperti tadi, kenapa tidak dilarang?!"
"Sudah saya larang, Pak," kata Marpaung teman kami.
Tanpa banyak bicara Letnan I Marpaung menempeleng seisi barak tanpa terkecuali. Setelah itu, kami semua disuruh push up 10 kali.
"Kalau saya panggil semua taruna marga Marpaung di sini, mati kalian," serunya sebelum meninggalkan barak kami.
Setelah Letnan I Marpaung tak terlihat, kami semua beramai-ramai menghujat Hamonangan.
"Berengsek kau Hamonangan! Gara-gara kau kena semua kita." Donwil berteriak.
"Heeh. Pemanasan ini," keluh Rio Sukamto.
Demikian hari-hari berikutnya pun Hamonangan berulah mengganggu kakak kelas yang sedang ujian naik tingkat. Mereka sedang berlari membawa senjata dan berpakaian lengkap.
"Wooy!! Cepat kau lari!" teriaknya. "Begitu aja capek!" Lalu dia menyelinap ke barak sebelah juga untuk meneriaki mereka.
"Hei! ! cepat. Begitu aja kamu sudah teler," teriaknya dari barak sebelah.
Lama kelamaan, kakak-kakak senior itu habis kesabaran, lalu mendatangi barak dengan menendang pintu masuk. Mereka mencari yang berteriak-teriak tadi, tetapi Hamonangan sudah menyelinap kembali ke barak kami.
"Mana tadi yang berteriak!" bentak mereka memburu, mencari Hamonangan.
Untunglah, ada pengasuh yang menenangkan dan memberi peringatan kepada kami agar tidak mengganggu kakak-kakak yang sedang ujian naik tingkat itu. Namun, di lain hari saat berolahraga sore, Hamonangan mengajakku, Donwil, dan Rajabona untuk mencoba jalan surga. Itu adalah jalan dari barak taruna ke kampus yang hanya berjarak 500 meter. Disebut jalan surga karena hanya boleh dilintasi oleh senior tingkat III, sedangkan junior tingkat I dan II harus lari memutar berkeliling sejauh 6 kilometer dari barak menuju kampus.
Aku menolak ajakan Hamonangan, tetapi mereka bertiga nekat melintasi jalan surga itu. Seperti yang kukhawatirkan, belum lagi tiba di sana, mereka sudah dikejar oleh para senior sehingga mereka lari tunggang langgang. Untuk mengecoh, mereka keluar masuk barak tetangga sekitar sekalian menghilangkan jejaknya.
Itulah kelakuan Hamonangan.
Pokoknya, tidak ada hari tanpa ulah dari Hamonangan.
* * * *
Hari demi hari yang kami lalui di barak membuat persahabatan semakin erat. Berbagai pengalaman tak terlupakan terjadi. Seperti hari itu pada saat pemeriksaan kesehatan yang diadakan di dalam satu ruangan. Kami memasuki ruangan secara bergiliran 50 orang.
Semua pakaian kami dilucuti sampai tak sehelai benang pun menempel di badan kami. Dengan satu kali instruksi semua harus dilakukan sesuai perintah. Pemeriksaan yang mendalam untuk semua bagian tubuh dan pancaindra termasuk organ-organ sensitif dan vital.
Kami berbaris memanjang dua banjar saling berhadapan.
"Rentangkan kedua tangan!" perintah instruktur yang mendampingi ketika itu.
"Balik kanaaan grak!" perintah kedua menyusul.
Sekarang kami semua saling membelakangi.
"Buka semua pakaian kalian," perintah ketiga menyusul.
Satu per satu kami lucuti pakaian masing-masing. Setiap ada yang berhenti, ujung tongkat instruktur langsung menempel di badan kami. Tidak ada yang berani melihat ke kanan kiri untuk memandang tubuh teman yang telanjang bulat. Setelah tidak ada lagi sehelai benang pun menempel di tubuh kami, barulah datang perintah selanjutnya.
"Siap grak!"
Kami semua berdiri tegak.
"Balik kanan grak!"
Maka terlihatlah semua pemandangan yang ada di depan mata. Kami saling menatap tanpa sengaja alat kelamin teman-teman di seberang. Hampir semua alat vital yang berada dalam ruangan itu menegang karena menahan malu. Jika ada yang belum maksimal tegangannya akan tersentuh oleh tongkat instruktur. Ada tiga instruktur dalam ruangan itu yang berkeliling memeriksa seluruh pancaindra kami, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mereka memegang senter kecil untuk memeriksa lubang telinga, mata, hidung hingga ke lubang anus.
Itu menjadi kenangan paling sensasional bagi kami. Kebersamaan di barak ini telah membuat kami saling memahami luar dalam teman-teman terdekat kami.
* * * *
Masih penasaran dengan ulah hamonangan?
Ikuti kelanjutannya yaa.
Trimakasih semuanya...
Ditunggu komentarnya gaeees... Dan jangan lupa bagikan cerita ini ke semua orang yaaa....
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Kawan Kecilku
Teen Fiction🌺Based on True Story👍 Mw cerita yang beda dari yang lain.... ? Inilah kisah cinta paling dramatis yang jarang ditemui. Anta dan Oca telah saling mengenal sejak masih kanak-kanak. Mereka memiliki cita-cita tinggi yang ingin diraih, siapa sangka be...