Pertemuan yang Menjengkelkan 1

341 73 274
                                    

Seperti biasa, aku masih menghabiskan sebagian besar hariku bersama Papah, Kakek Usman, dan istri Kakek

Usman, Atok Wan.

"Anta ... tak terasa, ya, sudah kelas dua SD. Coba apa cucu Atok ini sudah bisa nulis bagus sekarang?" Pertanyaan Kakek Usman membuat pikiranku langsung tertuju pada cucu perempuannya yang selama satu tahun belakangan ini rajin berkirim surat dengannya.

"Oh iya, Tok, gimana kabarnya cucu Atok itu? Yang tinggal di Palembang itu, Tok. Sapa namanya? Oca, ya, "

Kakek Usman tersenyum sambil lanjut menyeruput kopi hitamnya.

"Dia mau datang ke sini." Mataku terbelalak.

"Oooo gitu? Kapan, Tok? Oca mau datang?" Ternyata, aku akan bertemu juga akhirnya dengan orang yang selama ini sangat disayang oleh Kakek Usman. Yang menurut ceritanya, dia seorang anak yang manis, pintar, baik, dan sangat penyayang.

"Tilo, Anta. Bukan Oca." Ya, itulah panggilan sayang Kakek Usman buat cucunya itu. "Anta, gimana kabar mamakmu di rumah?" Sambil mengusap kepalaku Kakek Usman bertanya. Aku tak kuasa menjawab. Bingung juga mesti ngomong apa sama Kakek Usman. Selama ini, aku tak merasa punya ibu seperti teman-temanku yang lain. Mamak tak pernah memperlakukanku seperti anaknya. Kakek Usman tidak melanjutkan lagi pertanyaannya. Dia hanya menatapku seperti menyimpan sebuah cerita yang aku sendiri tak pernah tahu apa itu.

"Ya ... ya. Sepertinya minggu depan Tilo akan datang ke sini. Nanti dia pasti kaget, ya, kalau tau ternyata yang jadi pak pos pengantar suratnya itu kamu, Anta. Ha ... ha ..." Kakek Usman mengalihkan kembali pembicaraan seakan ingin menghiburku agar tidak lagi mengingat perilaku Mamak selama ini terhadapku.

* * * *

"Anta ... kemarilah!!" Kakek Usman berteriak memanggilku saat muncul dari ladang belakang. "Kemari, Anta! Ini Tilo sudah tiba, baru sampai dari Palembang tadi pagi dijemput sama Ami Fikar di bandara."

Aku melihat ke arah mereka. Ramai sekali rumah Kakek Usman. "Iya ... bentar lagi, Tok!! Papah masih di belakang!" Sekilas aku melihat dari kejauhan seorang gadis kecil hampir sebaya denganku sedang bernyanyi-nyanyi dengan istri Kakek Usman, Atok Wan. Di dekatnya ada anak laki- laki masih kecil kira-kira 3 tahun umurnya, disuapi makan oleh wanita setengah baya, "Mungkin ibunya, dan itu pasti adiknya si Oca," pikirku.

"Betapa bahagianya mereka, ya. Sangat berbeda dengan diriku. Mereka punya ibu yang sangat menyayangi," batinku mulai mencari-cari kesamaanku dengan mereka.

"Anta ... ini Ami Farhan, anak bungsu Atok yang tinggal di Palembang. Ami Farhan pulang kampung 1 minggu dengan istrinya, Nda Diah, dan anak-anaknya." Kakek Usman memperkenalkan.

"Mana papah Anta?" Ami Farhan bertanya saat aku bersalaman dengannya.

"Masih di ladang belakang, Ami," jawabku.

"Tiloo ... marilah sini, Sayang, ada Bang Anta yang suka antar suratmu buat Atok." Kakek Usman memanggil cucu perempuannya. Anak perempuan itu menghampiri.

"Mana tukang posnya, Tok?" Dengan muka kebingungan dia mencari-cari pak pos yang dikatakan Kakek Usman tadi. Semua orang tertawa melihatnya.

"Bukan pak pos, Tilo ... tapi Bang Anta ini yang selalu antar suratmu buat Atok, karena pak pos tak pernah sampai ke sini. Di sini, kan, kampung." Kakek Usman menjelaskan lagi.

"Oooo ... jadi abang ini orang kampung, ya, Tok?" Kembali meledak tawa di sana mendengar celoteh anak perempuan ini.

"Jangan begitu, Tilo, abang ini yang selalu temani Atok ngobrol. Setiap hari dia kemari bersih-bersih ladang, kasih makan lembu, harusnya dia main dengan teman-temannya, kan." Kakek Usman menasihati cucunya yang bawel itu.

"Ayo, Bang ... sini lihat aku mau nyanyi. Kata Atok Wan hari Minggu besok ada acara ulang tahun Kak Evi, anaknya Wak Teta, jadi aku mau nyanyi nanti. Kita datang, ya, Bang." Seperti tidak merasa bersalah dia menarik tanganku, mulai bernyanyi dan menari-nari sambil tepuk tangan. Dengan sedikit perasaan kesal, aku menatap tingkah laku Oca, cucu perempuan Kakek Usman yang tengil dan jelek seperti tulisannya dalam surat-surat yang pernah aku lihat.

* * * *

Menjengkelkan ya si Oca. 

Baru juga ketemu langsung sok akrab gitu...

Masih banyak lagi kelakuan Oca yg membuat Anta sebal.

Lanjut terus baca ya. 

Ditunggu komen, like and share di media sosial kamu gaees....

Doa Kawan KecilkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang