Pertengkaran Hebat 3

274 64 236
                                    

Setelah pertengkaran kedua itu, hubungan kami tak berjalan baik. Oca memberitahukan keberadaanku di Bandung pada Papah. Aku mengetahuinya saat menelepon Papah semalam. Di kampung juga Ami Fikar sudah mengutus ajudannya untuk melaporkan permasalahanku. Menurut ajudan tersebut, aku orang yang tak pandai berterima kasih. Tidak ada kabar berita. Tidak juga mau kembali melanjutkan kuliah malah memilih tinggal di Bandung. Itu yang sangat disayangkan oleh Papah juga.

Sepertinya, tidak akan ada penyelesaian yang baik jika aku tetap bertahan di Bandung. Namun, hati ini seperti sudah terikat erat dengan kekasihku. Betapa besar rasa cinta ini tak mungkin ada satu kalimat pun yang mampu melukiskannya.

Malam itu aku mendatanginya. Keputusanku sudah bulat. Oca sudah dua hari tidak bekerja karena merasa kurang sehat.

"Abang minta dengan sangat padamu, Sayang, berhentilah bekerja. Badanmu sudah semakin kurus. Kalau engkau benar-benar sayang Abang, kuliah saja dengan baik. Abang merasa sangat bersalah padamu, pada umi dan walidmu."

"Tapi Bang "

"Tidak ada tapi, biarlah masalah bekerja itu menjadi tanggung jawab Abang. Berjanjilah engkau tidak akan pernah lagi ke tempat itu."

Kulihat mata bidadariku berkaca-kaca.

"Kau sudah berjanji akan berhenti kerja kalau Abang tidak lagi di Bandung, kan." Dia menatapku dalam-dalam. Banyak sekali pertanyaan yang tidak pernah sempat diutarakannya.

"Tidurlah, Sayang. Abang pulang, ya. Jagalah dirimu baik-baik. Segera selesaikan kuliah." Kubelai rambutnya, kuusap wajahnya. Matanya sudah mulai berair. "Masuklah."

"Iya, Bang."

Dia menyalami tanganku. Hancur hati ini mengenang semua pengorbanannya terhadapku. Tidak sepantasnya dia ikut menanggung semua beban hidupku. Aku takut pamannya akan terus jadi konflik dalam hubungan kami. Oca sangat menyayangi Ami Fikar, sedang aku menyimpan kemarahan yang belum berujung.

Ya Allah. Aku titipkan bidadari belahan jiwaku kepada- Mu. Jagalah dia untukku. Aku akan kembali lagi untuk menjemputnya.

Setibanya di tempat kerja, segera kukemasi barang- barangku.

Selamat tinggal Kota Kembang.

* * * *

Siang itu ... aku menerima sepucuk surat dari Sule.

"Ca, tadi pagi Abang datang ke rumahku. Dia menitipkan ini untukmu."

Langsung aku buka surat itu. Jantungku berdetak sangat kencang.

Kekasihku tercinta Oca...

Abang minta maaf karena tidak bisa memberimu yang berlebihan, karena keadaanku yang sebenarnya telah terlihat nyata di matamu. Pengorbanan dan

kesetiaan Abang hanya untuk dirimu seorang. Aku terima segala kelebihan dan kekuranganmu sejak dahulu. Dan aku berharap dirimu pun demikian, dapat membaca dan menyadari suasana kehidupan kita. Namun, hati Abang selalu bertanya. Apakah cintamu akan tergoyah dan pudar kepadaku, hanya karena keadaan dan nasib yang sedang kuhadapi sekarang ini?

Abang pergi. Terima kasih untuk semua yang telah engkau berikan padaku selama ini, pengorbanan dan kasih sayangmu sangat Abang hargai. Masalah masa depanku biarlah Abang sendiri yang memikirkannya. Engkau teruskanlah kuliah sampai selesai. Abang tidak ingin gara-gara Abang di sini nilaimu jadi rusak. Kalau dirimu sayang Bang Anta, cinta Bang Anta, belajarlah dengan baik dan banyaklah beramal untuk bekal nanti di akhirat. Capailah cita-citamu, jangan seperti Abang. Bahagiakan orang tuamu. Mudah-mudahan pada gilirannya nanti kita juga akan bahagia. Walaupun nanti di belakang hari ada jurang yang memisahkan kita, cinta Bang Anta akan abadi hanya untukmu, Sayang.

Sebenarnya Abang tak bisa berpisah barang sehari pun denganmu, Oca. Aku sebenarnya ingin engkau menjadi istriku. Tapi itu butuh ketabahan dan kesabaranmu menunggu Abang sampai mendapat bekal untuk hidup bersama hingga akhir hayat. Ingatlah selalu pesan-pesan Abang kepadamu. Jika Allah mengizinkan, Abang akan datang menjemputmu.

Selamat tinggal bidadari, belahan jiwaku.

"Abaaaaang!!!!"

Aku menangis sejadi-jadinya. Sule, Imas, Tena, Beti mengantarku pulang. Sahabat-sahabat terbaikku itu menjadi saksi kisah cintaku yang haru biru.

"Sudahlah, Oca. Abang itu orang yang baik. Walaupun kami hanya sebulan bersama, tapi aku banyak dapat pelajaran hidup dari dia." Sule menenangkanku.

"Iya, Ca. Percayalah. Dia pasti kembali. Doakan dia." Imas mencoba meyakinkanku.

"Bang Anta, kenapa harus seperti ini akhirnya?"

*****

Wah bingung juga ini harus gimana ya kelanjutannya?

Seperti apa ya takdir buat Oca dan Anta?



Doa Kawan KecilkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang