Kisah Taruna Merah 3

346 77 284
                                    

Suatu malam kami semua diperintahkan untuk mengemasi barang-barang ke dalam tas masing-masing. Tidak ada satu pun yang boleh tertinggal karena semua harus bersih.

"Macam mana pula baru 2 minggu kita sudah disuruh beres-beres. Apa aku tak lulus?" tanya Dedi KJ saat berkemas.

"Manalah ku tau," jawabku.

"Heh. Kalau engkau tak lulus, awak pun sama," timpal Rajabona Tugu.

Kami masih berkemas saat Priabudi menceritakan 2 hari yang lalu ada salah seorang peserta didatangi Taruna Merah. Kisah Taruna Merah ini memang menjadi cerita paling fenomenal di antara semua calon taruna karena memang setiap tahun pasti terjadi beberapa calon taruna yang bertemu dengan Taruna Merah ini.

"Ada dari batalion III dua hari lalu didatangi Taruna Merah," kata Priabudi.

"Lalu, kau juga mau bertemu?" tanya Hamonangan sambil tertawa kecil. Dia memang tidak terlalu percaya dengan makhluk-makhluk tak kasat mata seperti itu.

"Rasanya mau juga karena aku pasti lulus seleksi ini hah," jawabnya.

"Tak usah kaupercaya kali mitos macam itu Budi," sahutku.

"Hati-hati engkau bicara. Kabarnya yang tak percaya akan diganggunya," jawab Priabudi lagi.

"Betul katanya tuh Budi. Jangan diharapkan kali bisa lulus hanya karena ketemu Taruna Merah," kata Ferdinand.

"Kenapa tak kau tanya saja dengan budak dari batalion III itu, bagaimana dia bisa ketemu Taruna Merah," sergahku.

"Dia mencuri pisang temannya saat makan siang, jadi marahlah Taruna Merah, lalu mendatanginya," kata Priabudi.

"Kalau begitu engkau harus mencuri pisang dulu barulah bisa jumpa dengan mereka," sahut Rio Sukamto.

"Janganlah begitu. Takut kali awak dengan Kenshi. Awak tak pandai silat dan karate, kalau mencuri habis awak lumat-lumat kena tendangan kempomu itu," jawab Priabudi.

"Engkau, kan, mau jadi preman di Pekanbaru. Mana pula tak pandai bela diri." Rio Sukamto tergelak. "Kita di sini ini sebagai taruna dilatih menjadi perwira untuk menaklukkan musuh, sobat."

Menurut kisahnya ada dua Taruna Merah yang suka menampakkan diri, Taruna Merah dengan wajah berdarah- darah dan Taruna Merah yang tidak memiliki telinga dengan wajah pucat. Dua Taruna Merah ini sangat terkenal karena kabarnya mereka adalah calon taruna yang tewas pada saat latihan dalam barak ini. Menurut cerita yang kami dengar, setiap tahun pasti terjadi insiden, karena itulah tempat ini terkenal angker. Bahkan, setiap tahun pasti memakan korban tewas akibat berbagai macam hal, termasuk bunuh diri akibat tidak kuasa menelan kecewa akibat kegagalan. Kabarnya, barang siapa yang sempat melihat dan bertemu Taruna Merah, pertanda mereka akan lulus.

Akhirnya, malam itu sesuatu tak terlupakan benar- benar terjadi. Hamonangan yang sejak awal memang sangat tidak percaya dengan berita yang dianggapnya hanya isapan jempol, terdengar menjerit meraung-raung dalam kamar mandi. Menurut pengakuannya saat dia akan keluar dari dalam kamar mandi, ketika pintu dibuka dia melihat makhluk dengan wajah berdarah-darah melintas di depan matanya. Dia menjerit sambil membanting pintu dan kembali masuk ke kamar mandi. Beruntung saat itu masih belum pukul 10.00 malam. Tak lama kemudian, ada salah seorang taruna yang keluar dari kamar mandi tak jauh dari tempat Hamonangan mengurung diri sambil berteriak histeris. Segera pintu itu didorongnya dan dalam sekejap Hamonangan berlari menghambur keluar.

"Malam ini aku tidur denganmu," katanya sambil menubruk Rio Sukamto.

"Kenapa engkau ni macam habis melihat hantu?" tanya Rio.

"Sudah diamlah engkau. Aku tak bisa jelaskan," jawabnya.

"Tolong ambilkan bantalnya, bro." Rio memintaku mengambilkan bantal Hamonangan yang memang tempat tidurnya tepat di atasku.

Aku mengambilkan bantal Hamonangan. Tempat tidur kami di sini semua bertingkat dan kebetulan Hamonangan tidur satu ranjang denganku, dia di atas dan aku di bawah. Kuberikan bantalnya sambil menahan tawa karena baru kali ini aku melihat temanku yang usil ini tampak sangat ketakutan sehingga tak mau lagi mengangkat kepala dan menjawab pertanyaan dari orang lain yang berkerumun ingin tahu.

Rio Sukamto tak bisa berbuat apa-apa. Kenshi kempo itu tak bisa bergerak karena tangan dan kakinya dikait oleh Hamonangan. Dengan terpaksa, dia harus tidur berhimpitan di tempat tidur kecil berdua dengan Hamonangan.

"Sudah bubarlah. Sudah jam 10.00 malam. Sebentar lagi pengasuh pasti masuk kalau kita masih bergaduh," pintaku.

Lampu segera dimatikan dan semua masuk ke tempat tidur masing-masing.

Lewat tengah malam, aku terjaga mendengar suara Ferdinand mengigau tidak jelas. Kulihat Rio Sukamto membangunkan Ferdinand yang seperti kejang-kejang.

"Fer, bangun Fer. Engkau ngoceh apa? Tak jelas kudengar," katanya sambil menepuk-nepuk pipi Ferdinand.

"Kenapa dia?" tanyaku.

"Macam inilah. Tiba-tiba ngoceh, tertawa sendiri sampai kejang begini," jawab Rio.

"Biar kubantu tenangkan, ya," kataku sambil berdiri.

Setelah kupijat ringan kepala dan punggungnya, barulah Ferdinand mulai tenang. Kuberikan secangkir air dan memintanya tidur kembali.

"Macam mana aku bisa tenang melihat wajah mayat tanpa telinga di pinggir kepalaku." Dia berbisik sambil melirik ke kanan kiri.

"Itu hanya halusinasi kau saja. Tidurlah," kataku.

Setelah itu barulah aku kembali ke tempat tidurku. Namun, mataku tak bisa terpejam karena suara dengkuran terdengar hampir dari semua penjuru barak.

"Sial, seperti habis nguli saja mereka ni. Capek kali badan rupanya sampe semua mendengkur keras begini," umpatku dalam hati.

Aku mengambil kerikil kecil yang memang sudah kupersiapkan di bawah bantal. Sejak dulu saat masih di ladang, aku memang terbiasa membawa beberapa kerikil. Kulempar kerikil pertama ke pintu, masih belum bisa menghentikan suara dengkuran. Kerikil kedua pun kulemparkan tetap saja masih berisik. Kerikil terakhir yang kulempar mengenai palang besi di atas pintu dengan suara keras bergema 'tiing'. Kompak suara dengkuran itu berhenti, barulah aku bisa tidur.

Saat mata akan kupejamkan kurasakan kedua telingaku berdenging, aku melihat wajah pucat tanpa telinga muncul dari atas tempat tidur kosong milik Hamonangan yang berada tepat di atasku. Wajah menyeramkan itu bergerak dari atas dan berhenti tepat berhadapan dengan wajahku dari arah yang berlawanan. Sangat dekat denganku hanya berjarak sejengkal saja dari wajahku. Saat itu pula mulutku tercekat tak bisa meengeluarkan suara apa pun. Badanku mengejang dan aku langsung tak sadarkan diri.

* * * *

Apa yang terjadi dengan Anta setelah bertemu taruna merah?

Ikuti kelanjutannya yaaa...

Tambah menegangkan  ?  Bagikan di medsos kalian ya...

Jangan lupa share cerita seru ini ke semua orang dan boleh kok tulis komentar-komentarmu di sini......

Trimakasih semuanya...  

Doa Kawan KecilkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang