Chapter 18

127 6 0
                                    

Assalamualaikum!!

Assalamualaikum!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°°°

Satu minggu berlalu, selama itu pula Melodi tidak melihat sosok Mirza. Terakhir pertemuan kalau tidak salah adalah saat pria itu datang ke rumahnya dengan niat melamar. Gadis berjilbab hitam itu menekuk wajahnya dengan lutut. Buku pelajaran terletak di depannya dengan terbuka tanpa minat sang pemilik untuk membacanya.

Entah kenapa hari-hari ini membuat perasaannya berkelana. Degup jantungnya terus berpacu seakan ada sesuatu yang sedang memghampiri. Bukankah Melodi seharusnya senang saat ia di lamar oleh Mirza?

"Kamu kenapa?" tanya Liani yang datang bersama Raini.

Melodi menggeleng. Kini matanya tertuju pada cincin yang melingkar di jari manisnya. Menyentuh dengan perlahan dan penuh perasaan, Melodi tak habis pikir. Apakah pernikahan ini sangat cepat untuknya?

"Pasti lagi mikirin ustadz Mirza, kan?!" sahut Raini.

"Memangnya salah kalau lagi mikirin calon suami sendiri?" Kini mata Melodi menatap kedua gadis di dekatnya.

Raini dan Liani terkekeh pelan. "Gak salah. Wajahmu yang salah. Kayak gak senang aja," timpal Raini lagi.

"Mana ada! Sebagai calon istri Ustadz Mirza, aku sangat senang sekali! Tapi, ada yang aneh."

"Apa?" Liani dan Raini penasaran.

Tatapan Melodi sangat mendalam. "Apa aku cocok sama ustadz Mirza? Dia sangat Masya Allah, sedangkan aku Astaghfirullah!" ucap Melodi.

Pria tampan, paham agama, dan kepribadian yang bisa di bilang sangat sempurna membuat Melodi sadar diri. Dia hanya gadis biasa yang baru memulai hijrahnya. Bagaimana mungkin bisa bersanding dengan Mirza?

"Aku paham, apa yang kamu pikirkan." Ucapan Liani ini membuat kedua temannya berbalik menatap.

"Kamu berpikir tidak cocok dengan Mirza sedangkan hatimu menginginkan dia. Lalu mana yang akan kamu utamakan?" sambung Liani.

Yah memang benar saat ini dirinya bergelut. Entah mana yang benar, apakah pikiran atau hatinya. Bahkan saat memilih salah satu, kekecewaan akan datanga melanda.

"Kamu sudah sejauh ini. Jangan menyerah. Jika yang kamu permasalahkan adalah cocok atau tidaknya, berarti otakmu yang bepikiran jauh."

Liani mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Melodi. "Coba lihat aku. Menurut mu, apa kekurangan ku?" tanyanya.

"Tidak ada," jawab Melodi.

Langit Pesantren  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang