Chapter 6

140 6 1
                                    

Bismillah, Assalamualaikum...
Sudah baca part sebelumnya, ya?
Syukron karena sudah sampai dibab ini. Jangan lupa ikuti akun ini yah ...

Selamat membaca ....

°°°°°

"Assalamualaikum."

Datangnya Mirza kembali ke Pesantren membuat dua orang temannya yang lain merasa senang. Radit maupun King saling melempar senyuman kemudian mendekat untuk memeluk Mirza.

"Akhirnya kamu balik juga," sahut King.

"Bagaimana kabar kalian?" Mirza menatap senang setelah melepaskan pelukannya.

"Alhamdulillah, kami baik."

Terjadi percakapan serta candaan antara Mirza dan teman lamanya ini. Cukup membuang waktu, King sedikit menjauh. Selembar surat ia keluarkan dari nakas. Tatapannya kini sayu bersamaan dengan deru napas pelan dan pasrah semakin membuat beban dipundaknya seakan berat.

King menoleh saat pundaknya disentuh oleh seseorang. Berdirinya Mirza tepat dibelakangnya tidak bisa menyembunyikan kesedihannya lagi. Sudah terlanjur juga untuk menyembunyikan selembar surat yang dia pegang tagi, Mirza pasti sudah membacanya.

"Kamu jangan khawatir, kami akan selalu ada di sisimu."  Bahkan saat Mirza mengatakan itu tak membuat kesedihannya mengurang.

"Tapi bagaimana jika saya gagal?"

Mirza terkejut, bahkan Raden dan Jalil mulai bergabung untuk mendekati King. Dapat mereka lihat dari raut wajahnya, pria itu seakan putus asa dengan keadaan.

"Apa yang kau katakan? Jangan berputus asa, Insya Allah semua masalah sudah ada jalan keluarnya," ungkap Raden.

"Aku tidak putus asa. Hanya saja aku takut untuk berpisah dari kalian," timpal King lagi.

Raden hampir saja meledakkan tawanya. "Yang benar saja, antum tidak mungkin merindukan kami," ucapnya.

"Jujur saja, kamu pasti takut pisah dengan Santriwati yang kau sukai itu, kan?" Jalil menimpal membuat Mirza menatap King.

"Kamu menyukai seseorang di pondok ini?" tanyanya.

*Tidak usah mendengar mereka!"

"Gak usah ngelak. Kamu pikir bahwa kami tidak tau kalau kau menyukai sepupunya Nafisha?!" timpal Jalil.

Ingin sekali rasanya King melempar dua temannya ke Samudera Pasific. Jika tidak mengingat akan kekeluargaan mereka, sudah pasti King segera melakukannya.

Bukan tidak mengakui, ia merasa malu dengan Mirza. Entahlah, intinya dia merasa malu jika berhadapan dengan Mirza.

"Assalamualaikum," sapa seseorang yang sedang berdiri diambang pintu.

Pria tinggi yang sedikit kelebihan lemak itu berjalan memasuki ruangan. Setelah dirasa pas dengan keberadaannya, pria itu langsung memeluk Mirza seakan kerinduannya tidak bisa lagi untuk dibendung.

"Kenapa tidak bilang kalau kamu datang ke sini?" tanya Raihan.

Mirza tidak menanggapi, hanya senyum kecil nan menawan yang bisa ia berikan terhadap kakaknya itu. Raihan selalu peduli padanya walau dia sendiri sudah berkeluarga.

Langit Pesantren  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang