HIGANBANA

Mohon

Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.

Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡

Doyoung sampe ke rumah dengan selamat, dia langsung masuk kamar kedua orangtuanya.

Bantuin papa Kim buat bersihin tubuh mama Kim, terus ngobatin luka di samping wajah sama kepalanya.

Saat Doyoung tengah berjibaku dengan tugasnya untuk mengobati, Junkyu duduk di ruang tamu sama sosok yang nganterin Doyoung pulang.

Bukan suasana canggung sih, lebih ke tegang aja aura dari Junkyu.

"Maaf" Yoshi natap Junkyu, "saya liat-liat anda cukup dekat dengan adik saya, apa ada alasan selain teman dekat?"

Paham dengan arah obrolan yang dimaksud, Yoshi senyum ramah.

"Untuk saat ini, kami masih ditahap teman biasa saja"

"Memangnya akan ada tahap lain?"

"Saya berharap ada"

Junkyu natap sosok di depannya tajam, ngerasa gak suka sama orang yang dia kira bakal ngambil adeknya nanti.

"Kalo hanya untuk bermain-main, jangan sama adek saya"

"Kalo untuk serius, berarti boleh?"

"Bukannya anda dari keluarga Watanabe? Kenapa memilih keluarga kami, disaat kalian lebih setara dengan keluarga Yoon?"

"Maaf sebelumnya, tapi apa anda membangun hubungan dengan didasari asal keluarga? Saya tahu, mungkin maksudnya baik tapi bukannya keluarga ini juga dekat dengan keluarga Park yang jelas-jelas dari kalangan setara keluarga saya?"

Junkyu gak langsung respon, sampe sosok di depannya kembali bersuara.

"Saya gak tahu kesalahan apa yang sampe bikin anda defensif dengan keberadaan saya, tapi kalo emang ada salah, saya minta maaf"

"Saya gak suka ada yang dekat dengan adik saya, apalagi sampai memfasilitasi semua rasa curiga nya--"

"Tunggu, ini maksudnya masalah teror?"

"Saya tahu anda sudah paham"

"Kalo emang itu masalah nya, saya tidak memfasilitasi apapun. Kita jelas butuh pengalaman untuk sebuah pelajaran bukan? Dan saya, hanya memberikan Doyoung kesempatan untuk belajar dari pengalaman orang yang kebetulan mengalami hal sama"

"Stop! Lo gak usah terlalu ikut campur, ini masalah keluarga gue"

"Sampai kapan kamu seperti ini? Jangan karena kamu merasa anak sulung, jadi wajib menanggung semua masalah sendiri. Ini keluarga, jelas butuh kerja sama dan kamu, gak bisa gunain keegoisan sebagai alibi pembelaan"

"Lo gak tahu urusan keluarga gue"

"Iya, justru karena saya gak tahu makanya nyoba nyari tahu biar bisa bantu. Denger, anak sulung bukan cuma kamu. Jadi gak usah terlalu keras, karena saat apa yang kamu mau malah gak sesuai, hancur nya mungkin lebih dalam"