Berduka

259 41 4
                                    

Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.

Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡








Kabut duka kembali menyelimuti kediaman keluarga Kim, karena tepat dihari ke-tujuh masa berkabung atas kepergian anak bungsunya, hari ini juga menjadi peringatan untuk kepergian nyonya Kim.

Keluarga banyak yang menyangka, bahkan cerita simpang siurpun mulai sering terdengar. Tentang keaslian kisah meninggal nya mama Kim, padahal pihak polisi sudah mengkonfirmasi jika mama Kim benar-benar mengakhiri hidupnya sendiri.

Setelah acara pemakaman, keluarga kembali kerumah dengan suasana yang jauh lebih muram.

Pelita mereka hilang, hangatnya juga mulai redup dan perlahan tak terasa setelah mama Kim meregang nyawanya.

Junkyu juga masih bisa denger helaan terakhir mama Kim, yang mana mata mereka masih bertukar tatap.

Semua hal itu, membuat mental Junkyu terguncang. Dan untungnya, Jihoon sangat membantu.

Karena Doyoung gak bisa banyak bantu kondisi kakaknya, dia harus fokus pada kesehatan papanya.

Iya, kesehatan papa Kim menurun lagi. Dan karena hal ini juga, Doyoung berusaha mati-matian buat bangkit dari rasa duka mendalam nya.

Walaupun diam-diam, dia sering menumpahkan segalanya sendirian.

Seperti sekarang, selesai memasang infus pada papa Kim, Doyoung lanjut masuk kamar karena Junkyu tengah dibawa Jihoon pergi.

Pas duduk di ujung kasur, tiba-tiba Doyoung ngerasa berat banget. Kayak, ada sesuatu yang jatuh dan menghimpit perasaannya.

Sesak bukan main, sampai-sampai menarik nafas disela tangispun terasa sangat sulit.

Doyoung nyoba ngeredam tangisnya, dia gak mau makin nambah beban dan kekhawatiran kakaknya.

Tapi upaya Doyoung gagal, karena sosok lain sudah masuk dan duduk di sampingnya. Hanya diam, mendengarkan semua isakan Doyoung yang terdengar sangat pilu.

"Haaah... Maafyah"

"Gakpapa, kalo masih belum tenang terusin aja"

Doyoung masih nangis, dia udah gak yakin kalo tangisnya bisa menghasilkan tenang.

"Dulu cita-cita aku jadi Dokter buat bisa jaga kesehatan keluarga, biar kita bisa hidup bersama lebih lama lagi"

Yoshi hanya duduk, mendengarkan cerita Doyoung disela tangisnya.

"Tapi...tapi sekarang apa? Aku bahkan gak bisa jagain mereka kak, aku kehilangan adek sama mama ku"

Doyoung nangis makin kuat, dia belum rela untuk semua hal ini.

"Aku ngerasa gak berguna banget, kenapa sih harus mereka? Kenapa gak aku aja?! Kenapa--?"

"Syuttt" Yoshi nahan omongan Doyoung, dia peluk lelaki yang tengah rapuh itu dengan lembut

Perlakuan Yoshi sangat amat halus, seakan Doyoung adalah benda pecah belah. Maka dia buat gerakan selembut mungkin, agar Doyoung tetap nyaman dalam dekapannya.

HIGANBANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang