Bagian10

750 80 9
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Gaby latihan, setelah berlatih nonstop selama 3 minggu tanpa libur, pelatih memberikan waktu 2 hari untuk Gaby beristirahat dari hiruk pikuk bulutangkis sebelum ia akan dibantai latihan menjelang turnamen seminggu lagi. Gaby tentu saja senang dengan itu; sejujurnya, ia sangat bosan dengan kegiatan monoton setiap hari hanya berlatih. Selain itu, ia juga merindukan teman-temannya.

"Fre, gue mau ke mall sebentar dari sini, lu gapapa? Lu ada kegiatan lain nggak? Atau gue anter lu pulang dulu deh?" Ucap Gaby.

Freya menyipitkan matanya, "Ish, lo gue?!" ucapnya kesal.

"Oiya, lupa. Maaf-maaf-maaf" kata Gaby. Mereka sudah lumayan dekat, Freya tidak terbiasa berbicara dengan 'lo gue'. Sebelumnya, mereka berinteraksi sama seperti teman-teman Gaby yang lain, namun setelah merasa lumayan dekat, Freya akhirnya berani bilang kalau ia tidak nyaman jika harus menyebut 'lo gue'. Mereka sepakat untuk memanggil 'aku kamu' satu sama lain.

"Emangnya kamu nggak capek? Nggak mau langsung pulang aja?" tanya Freya sambil membersihkan berkas-berkas yang sedang ia urus untuk turnamen nanti.

"Ada yang mau aku beli, kamu ikut nggak?" tanya Gaby lagi.

"Ikutt" jawab Freya.

Merekapun pergi ke mall bersama, ternyata Gaby mengajak Freya untuk membeli ramen favoritnya. Gaby juga memberikan rekomendasi ramen untuk Freya.

Gaby terlihat sangat senang, ia merindukan momen saat bebas ingin makan apa saja karena selama masa latihan Gaby tidak boleh makan sembarangan.

Freya yang melihat Gaby sedikit berbeda sore ini, "hati hati kak, kamu makan buru-buru banget" ucap freya sambil mengenap bibir Gaby. Gaby agak canggung dengan momen itu, namun ia tau cara mengatasinya.

"hehehe maaf fre, aku kangen banget makan ramen" jawabnya.

Saat itu, atmosfer di dalam restoran ramen menjadi hening, hanya terdengar bisikan rindu dan cerita kehidupan yang memilukan. Freya menatap Gaby dengan mata yang berkilat, mencerminkan perasaan yang terpendam dalam kegelapan hatinya.

"Kamu mirip banget sama kakak ku, aku sering liat dia kalau lagi makan kayak gini. Soalnya lucu banget" bisik Freya dengan suara lembut, seakan-akan terperangkap dalam kenangan yang menyakitkan.

Gaby, yang saat itu tengah menyuap ramen, terhenti. Matanya menatap Freya dengan penuh kehangatan. "Ah, masa? Emang kakak kamu seumuran aku?" tanya Gaby dengan rasa ingin tahu.

"Iya, seumuran kakak" jawab Freya sambil tersenyum. Freya yang masih duduk di hadapan Gaby terlihat dewasa meskipun berusia sama dengan Raisha, mereka sama-sama kelas 10. Dia membawa beban yang tak terungkapkan di pundaknya.

Gaby berhenti makan dan memandang Freya dengan penuh perhatian. "Loh, kok sedih gitu mukanya? Kamu mau nambah?" tawar Gaby, berusaha mencairkan ketegangan di udara.

"Aku jadi kangen kakak ku" ungkap Freya, suaranya teredam oleh rasa rindu yang mendalam.

"Oh, itu. Iya udah cepet habisin makanannya. Habis ini aku anter kamu pulang, kamu bisa ketemu kakak kamu di rumah" Gaby mencoba memberikan dukungan, tanpa menyadari bahwa kata-kata itu seperti membuka luka yang belum sembuh di hati Freya.

"Tapi dia udah nggak dirumah, dia udah dirumah Tuhan" jawab Freya dengan getir. Seperti kilat, kehilangan yang begitu mendalam merambat dalam suasana yang semakin hening.

Gaby, yang tak sengaja menciptakan momen yang pahit, merasa bersalah. "Maaf ya, aku nggak tau. Aku nggak bermaksud" ucap Gaby dengan suara pelan, namun suara itu terdengar seperti derap langkah penyesalan.

"Ihh, gapapa. Aku malah seneng banget kakak bisa ngobatin rasa kangen ku sedikit" kata Freya mencoba tersenyum meski air matanya tak terbendung lagi.

"Aku dirumah nggak bisa nangis soalnya, kasian ibu aku... Btw, kakak ku juga main bulu tangkis tau kak... dia juga pinter. Sama banget kayak kakak" cerita Freya dengan rasa kehilangan yang semakin terasa.

Going You at a Speed of 8706 : Gabriel&CallieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang