Bagian17

668 63 6
                                    

Gaby terdampar di lantai, pecahan kaca melukai kepalanya, ada rasa marah membara dalam dirinya. "Bangsat, siapa kalian?!" teriak Gaby sambil berusaha bangkit. Beberapa individu bersenjata menyeretnya ke dalam sebuah ruangan tersembunyi, wajah mereka terlindungi oleh topeng menakutkan.

"Dimana Callie? Siapa kalian?" bentak Gaby dengan amarah. Tetapi, dua orang itu semakin muak dengan teriakan Gaby, dengan dingin mereka menutup mata dan mulut Gaby menggunakan sehelai kain. Rintihan samar dari Callie terdengar jauh, meninggalkan Gaby dalam kegelapan.

Suara serak memberi perintah pada dua orang yang membawa Gaby, memerintahkan mereka untuk berjaga di luar dan meninggalkan Gaby bersamanya. Suara yang mengancam melanjutkan, "Lo jangan coba-coba ambil Callie dari gue, Gab!" ucapnya sambil tertawa penuh keji. "Kalau lo mau Callie selamat, lo harus menuruti perintah gue, paham?" tambahnya, sesekali memberikan pukulan mematikan ke perut Gaby. Gaby berusaha menahan nafas dan rasa sakit, sambil berusaha menerka-nerka siapa dalang di balik serangan ini. "Siapa dia sebenarnya? Kenapa suaranya terasa akrab?" gumam Gaby dalam hati.

Setelah mendapatkan pukulan brutal, orang itu melepaskan penutup mata Gaby. Dengan hati-hati, Gaby membuka matanya, mencoba memahami situasi sekitarnya. Bugh pukulan telak kembali mendarat di wajah Gaby, menciptakan ketegangan yang semakin memuncak. Pencahayaan ruangan yang remang-remang membuatnya kesulitan melihat sekitarnya. Nyeri di wajahnya menggema, dan suara langkah kaki yang mendekat membuatnya makin gelisah.

Tiba-tiba, lampu ruangan menyala, dan Gaby melihat Aldo, teman lama yang sepertinya memiliki dendam pribadi. Wajah Aldo yang penuh amarah menciptakan ketegangan. "Kenapa, Gaby? Kenapa lo rebut Callie dari gue?!" teriak Aldo dengan penuh kemarahan.

Gaby terkejut, mencoba memahami situasi. "Gue nggak pernah rebut Callie dari lo, Lo yang selingkuh bangsattt!"

Aldo hanya tertawa sinis. "Lo pikir gue bodoh? Gue tau lo deketin Callie. Callie maunya gue, dan lo merusak semuanya!"

Bugh Bugh Bugh, lagi lagi pukulan menyerang Gaby.

-----

"Fre, ngapain malem-malem diem di luar?" tanya Raisha yang baru saja pulang.

Wajah Freya penuh ketegangan. "Sha, Kak Gaby dan Kak Callie belum pulang..." ucapnya, berusaha menuturkan kejadian dengan cepat. Raisha, yang sebelumnya santai, langsung memasuki mode serius.

"Anjing!" Raisha mengumpat pelan. Tanpa basa-basi, ia langsung mengambil kunci motor. "Fre, lo tunggu di rumah, kunci pintu, tutup semua jendela. Jangan keluar, tunggu gue telepon! Gue harus pergi, nanti gue jelasin." perintah Raisha sambil bergerak cepat.

Freya hanya bisa mengangguk, mata penuh kekhawatiran. Raisha melaju dengan motor ke arah yang dikirimkan Gaby lewat telepon. Sementara itu, Freya mengamati sekitar, memastikan semuanya tertutup rapat. Sementara itu, Raisha tidak sendiri. Bersama Amanda dan Giselle, mereka menuju alamat yang dikirim Gaby. Kegelapan malam menjadi latar perjalanan mereka yang mendebarkan, diiringi suara deru motor dan desir angin malam yang menerobos. 

Raisha sudah sampai di depan rumah mewah itu, mondar-mandir sambil terus mencoba menghubungi Gaby dan Callie. Akhirnya, Amanda dan Giselle tiba menggunakan mobil.

"Ayo, Sha! Mana penjahatnya?! Gue udah siap." ucap Amanda, memegang tongkat baseball punya ayahnya.

"Ayo, Sha, gue juga udah siap! Kita harus selamatin Gaby dan cici lo." tambah Giselle.

"Bentar dulu, anjirr. Kita harus nyusun rencana. Kita nggak tau ada berapa orang di dalam! Kita nggak bisa masuk sama-sama.." kata Raisha.

"Terus gimana?" tanya Amanda.

Going You at a Speed of 8706 : Gabriel&CallieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang