20. Langkah Baru

130 19 3
                                    

Awal tahun ajaran baru terasa sangat singkat, setelah masuk sekolah selama dua minggu semua siswa lanjut menikmati liburan lebaran selama dua belas hari.

Terhitung sudah empat hari sejak Jena pulang ke Jogja. Kali ini ia pulang tanpa Bagas yang menemani karena laki-laki itu memilih menghabiskan liburan di Jakarta bersama teman-temannya, ada kalanya juga dia ikut menemani Yunita Dewi syuting di luar kota. Sedangkan Brian, ia masih sibuk dengan pendaftaran universitasnya. 

Terakhir, tanggal 28 Juli lalu dia mengikuti seleksi mandiri masuk jurusan impiannya. Kalau saja hasilnya masih sama, ia memutuskan untuk aktif bermusik lagi dan kembali mengikuti tes tahun depan. 

Sebagai anak laki-laki pertama, pemikirannya memang lebih dewasa dan terstruktur. Ia bahkan selalu membuat timeline untuk hal-hal yang akan dia lakukan kedepannya. 

Saat di Sidney beberapa waktu lalu, Wisnu Gumelar, ayah Brian mengajaknya berdiskusi mengenai rencana-rencana untuk sepuluh tahun kedepan.

Wisnu mengajukan banyak pertanyaan pada Brian, ia menguji seberapa serius anaknya dalam menentukan pilihannya. Menelisik alasan mengenai jalan yang dia ambil dan bagaimana ia mewujudkan rencananya satu persatu. Tidak hanya satu rencana, Wisnu juga mengarahkan Brian bagaimana mengambil keputusan saat menghadapi kegagalan. Serta apa yang akan ia lakukan jika harapannya tidak tewujud. 

Semua itu Brian tuliskan di buku catatannya. Bahkan ia juga sudah menuliskan target durasi kuliahnya jika diterima di jurusan hukum, pekerjaan yang ia ingin wujudkan, dan target menikahnya. Sedetail itu harapan-harapan yang ia susun bersama ayahnya selama satu minggu di Sidney. 

Berbeda dengan Bagas yang lebih fleksibel dalam menentukan pilihan-pilihannya. Alih-alih menuliskan perencanaan, Bagas lebih sering membaca situasi dan kondisi yang dihadapinya untuk mengambil sebuah keputusan. Tanpa ingin berpikir lebih rumit, ia menentukan sesuatu berdasarkan apa yang ia gemari saat itu. 

Seperti sore ini, bukan kebetulan dan tanpa alasan ia bertemu dengan Audy di Central Park. Entah sejak kapan, ia menjadi sering berkomunikasi dengan perempuan itu. Mungkin karena kini ia tinggal di sebelah unit apartemen Saddam, jadi mereka juga sering ketemu. Atau mungkin karena nasib asmara mereka yang hampir sama?

Untuk Bagas yang minim pengalaman dan informasi terkait perempuan, ia meminta tolong pada Audy untuk memilihkan kado ulang tahun untuk Lia. Jena belum kembali ke Jakarta, sedangkan ia tidak ingin meminta tolong pada Reina. Jadilah dia menghubungi Audy pagi ini, dan untungnya dia bersedia. Apalagi jalan-jalan di mall memang salah satu hobinya. 

"biasanya lo di kasih apa sama Jason?" tanya Bagas.

"he gave me this necklace on my last birthday" Audy menunjuk liontin yang bertuliskan namanya.

Bagas memberikan serangai miring pada Audy, "listen sister, pacar lu anak kuliahan, mana keliatan anak konglomerat. Beda lepel ama gua, nggak mungkin gua ngado begituan"

"emang ai ada nyuruh you buat ngado yang sama? ai cuma answer your question"

"iya juga"

"does she like books or something cute like hairpins or...uhm how about shoes?" 

"Lia baru aja beli sepatu baru sih. Atau tas-tas kecil yang kaya gini?" Bagas menunjuk clutch bag yang di bawa Audy.

"This? okay, follow me"

Bagas pun mengikuti Audy yang berjalan menyusuri outlet-outlet disana hingga perempuan itu masuk ke salah satu outlet dengan pencahayaan yang menciptakan kesan mewah, produk-produknya tertata rapi. Mereka disambut baik di outlet itu, terutama Audy yang sepertinya sudah sering berkunjung di outlet ini.

House MatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang