44. Our Story

156 14 5
                                    

"Ayah jangan nangis dulu dong, belum juga dimulai"

Hadyan mengusap ujung matanya dengan tisu, matanya tak henti berair menyaksikan putri satu-satunya kini memakai gaun pernikahan yang sangat cantik dengan buket bunga di tangannya.

Kehadiran Bagas cukup membantu Reina dan Reino hingga akhirnya mereka bisa memperbaiki hubungan dengan Hadyan.

Reina mengaitkan tangannya ke lengan ayahnya saat pintu siap dibuka, meyakinkan lagi bahwa ayahnya tidak perlu khawatir dan sedih.

"Siap?" tanya Jena yang saat ini ada di samping Reina.

Saat Reina dan ayahnya memberi anggukan tanda kesiapan, pintu besar dihadapan mereka pun dibuka lebar. Seluruh tamu undangan berdiri, tersenyum dan terkesima dengan kecantikan pengantin wanita yang perlahan berjalan masuk.

Reina yang tadinya sudah bisa meredam rasa gugupnya, kini semakin mengeratkan tangan ke lengan ayahnya, tanda rasa gugup itu mulai hadir kembali. Di tambah, ia melihat di ujung sana ada pria yang menatapnya penuh haru. Pria itu mengulum bibirnya, mencoba menahan supaya air yang sudah menggenang di pelupuk matanya tidak tumpah ruah bahkan sebelum mereka mengucap janji dihadapan Tuhan.

Saat Hadyan melepaskan tangan Reina dan menyerahkannya pada Bagas, Reina bisa merasakan dinginnya telapak tangan pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Hadyan melepaskan tangan Reina dan menyerahkannya pada Bagas, Reina bisa merasakan dinginnya telapak tangan pria itu.

Janji pernikahan yang telah diucapkan menjadi pengikat mereka dihadapan Tuhan. Mereka berjanji untuk saling mencintai, menjaga, dan menerima kekurangan masing-masing.

"Terimakasih, istriku" Bagas mengecup dahi Reina begitu dalam hingga akhirnya air mata yang mati-matian ia tahan selama proses pemberkatan lolos begitu saja membasahi pipinya.

Tangan Reina meraih pipi Bagas untuk membantunya mengusap air matanya. "aku beruntung menikah sama kamu" ujar Reina, lalu ia mengecup bibir suaminya lebih dulu yang menimbulkan sorakan dari para tamu undangan.

Setelahnya, Reino berdiri dihadapan Bagas dan Reina dengan mic di tangannya.

"siapa yang mengira, kita berdua yang sudah bertahun-tahun berteman kini berakhir menjadi saudara ipar." ujar Reino yang disambut riuh tawa tamu undangan.

"Bodoh bagi saya yang terlambat menyadari bahwa Bagas ternyata sudah selama itu memendam perasaan pada Reina. Tapi, ada tapinya nih, kalau saja saya tau lebih awal pun, saya yang akan pertama kali menentang hubungan mereka."

Bagas tertawa dan menggaruk hidungnya saat mendengar itu, sedikit khawatir kalau saja sahabat yang kini menjadi adik iparnya itu akan menceritakan hal-hal yang terlalu jauh seperti yang ia biasa lakukan. Tangan kirinya menggenggam erat tangan Reina dan sesekali mengecupnya.

"Bagas adalah seorang yang setia kawan, ramah, mudah bergaul dengan orang-orang sekitar, meskipun yah...kadang ngeselin kalau sudah menyombongkan ketampanannya"

"Tapi wajah lo berguna juga ya Bi--sorry, berguna juga ya Gas buat cari nafkah?" lagi-lagi ucapannya mengundang tawa dari sekitar.

"Sekarang gue akan percaya sepenuhnya ke lo buat jaga kembaran gue, perempuan yang selama 27 tahun ini selalu menjadi prioritas gue setelah bunda. Gue ga akan segan-segan buat ngasih lo pelajaran kalau suatu hari Ina pulang sambil nangis-nangis karena disakiti sama lo."

House MatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang