14 Februari 2019
Yunita Dewi, atau yang biasa dipanggil Yuna dikehidupan sehari-hari, menyambut kedatangan anak sulungnya di depan rumah. Pelukan hangat dan kecupan di kedua pipi sudah menjadi kebiasaan setiap kali ia bertemu anak-anaknya.
Yuna merangkul pinggang Brian dan mendorongnya masuk ke ruang tengah, Jena yang datang bersama laki-laki itu mengikutinya dari belakang sambil tersenyum melihat kedekatan keduanya yang semakin membaik.
Berbeda dengan masa-masa ketika Yuna masih di Jogja dan tinggal bersama Wisnu, dokter bedah yang waktunya hampir ia habiskan di rumah sakit ternama di kota itu.
"Kamu mau minta apa mas di ulang tahun kali ini?" tanya Yuna yang sudah duduk di sofa di sebelah Brian.
"Belum kepikiran bun"
"Ke 24 ya, mas?" tanya Yuna untuk memastikan, ia mengusap lengan anaknya dan menatap lembut dengan pikiran 'anakku sudah sebesar ini'.
Brian mengangguk.
Tadi di perjalanan kesini ia sudah lebih dulu terkejut saat Jena mengingatkan setahun lagi umurnya akan mencapai seperempat abad.
Pertengahan tahun 20-an yang kalau kata orang itu akan menjadi titik balik dan akan banyak pola pikir yang berubah dari dalam diri kita.
"Udah dari tadi datengnya?"
Januar Wiratama, suami Yuna yang baru saja datang dari halaman belakang ikut menyapa Brian dan Jena. Ia melepas sarung tangan tebal yang sebelumnya ia gunakan untuk mengatur alat barbeque di belakang.
Jena meraih tangannya lebih dulu dan bersalaman seperti biasa. Saat menyapa Brian, laki-laki itu menambahkan pelukan hangat dan tepukan pelan di punggungnya.
"Happy Birthday, big boy!"
"Thank you, om" balas Brian, ditambah balasan tepukan di punggung ke laki-laki yang sama tingginya dengan dirinya.
"Oiya, Jena selamat ya. Om liat artikel kamu di Kompas kemarin, sepertinya kamu suka dengan kegiatan itu ya?" tanya Januar. Ia duduk di single sofa yang berada lebih dekat dengan Jena.
"Iya om, itu sebenarnya ide dari Mas Kama dan teman-temannya, kebetulan Mas Kama minta aku buat bantuin jalanin program itu. Ternyata seru dan challenging, aku jadi ketagihan ngajar anak-anak dan nyusun projeknya"
"narasi Jena di akun sosmed PMB juga bagus banget, tulisannya rapih dan penjelasannya detail, gak bertele-tele. Bahkan sampai di repost akun-akun centang biru"
Alih-alih fokus pada pujian yang dilontarkan Brian, Jena melebarkan matanya karena tidak menyangka Brian akan berbicara panjang lebar menanggapi ayah tirinya
"Hebat kamu Jena, bunda bangga akhirnya kamu bisa menemukan apa yang kamu suka dan tekuni. Sekarang juga kamu kelihatan lebih percaya diri, iya kan?" kali ini Yuna yang menimpali.
Jena mengangguk pasti dan menunjukkan gummy smile -nya yang manis.
"Kama bantuin om nyiapin alat barbeque di belakang ya? udah hampir oke si, tinggal manasin aja" ujar Januar yang bangkit dari duduknya dan mengenakan kembali sarung tangan tebal yang ia gunakan tadi.
Jena dan Yuna menyiapkan peralatan makan di dapur bersama satu asisten rumah tangga.
"Jena, tolong cuci ini ya" Yuna memberikan sewadah selada pada Jena.
"Kamu masih sering ketemu Bagas, Jena?" ujar Yuna sambil memotong sayuran yang akan dibuat sup.
"Nggak sering sih bun, tapi ya mungkin minimal dua minggu sekali kita nyempetin buat makan bareng di luar. Terakhir Bagas dateng ke kos Jena sekitar, ehm.. empat hari lalu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
House Mates
FanficReuni tahun 2036 membawa Jena memutar kembali memori-memori masa mudanya. Membawamu menebak kepada siapakah yang pada akhirnya Jena percaya untuk mengobati luka masa lalunya dan berjanji untuk 'seumur hidup'?