22. Chance

117 19 8
                                    

Entah apa yang udah dilakukan Jena di masa lalu hingga ia merasa hidupnya sangat beruntung dikelilingi empat laki-laki yang selalu bisa dia andalkan. Ayahnya, Bagas, Brian, dan satu pendatang baru, Marco.

Ia merasa sangat dicintai setiap saat ia bersama Marco. Rasanya sulit baginya untuk mendeskripsikan Marco dengan kata-kata. Seperti saat ia mengetik lalu menghapus lagi jawaban dari notifikasi ask.fm yang selalu ia terima.

Impdes ka Marco 

Marco adalah hadiah terbaik yang ia dapatkan selama masa SMA-nya. Menjalin hubungan dengan laki-laki itu membuat Jena selalu merasakan kupu-kupu diperutnya. 

Meskipun kata Kama, "Cinta monyet emang gitu Jen, tau apa sih anak SMA soal cinta" iya deh, yang udah jadi mahasiswa, kalo udah ngasih wejangan mirip kaya bapak-bapak lagi ngomel ke anak gadisnya. 

Tapi nikmatin aja ya ga sih? bagaimana pun endingnya nanti, Jena bersumpah Marco akan selalu memiliki ruang terindah di kisah masa mudanya. Apasih kurangnya Marco? Apa sih yang orang itu tidak bisa lakukan? 

Basket udah jangan ditanya lagi, ga ada yang meragukan keterampilannya di bidang itu. But, surprisingly, he's good at everything. Literally, E-V-E-R-Y-T-H-I-N-G. Baru kali ini Jena menemui seseorang yang dengan mudah mempelajari segala sesuatu dengan cepat. 

Lompat tinggi, voli, tenis, sepak bola, renang, badminton, tenis meja, hockey, billiard, bowling, and many more. Bahkan pernah di deket lapangan basket kota ada temen sekolahnya yang lagi latihan buat lomba panahan, dia iseng nyobain dan langsung keliatan pro setelah belajar sekitar 20 menit sama temennya itu,

Bukan cuma olahraga deh, hari ini Marco dateng ngapel sepulang les matematika. Bermodal gitar Brian yang tergeletak di ruang tamu, dia mulai memetik senar dengan lihai. Terlihat bukan pemula atau cuma asal-asalan bisa. 

Marco duduk di sofa ruang tamu dengan memangku gitar, sedangkan Jena duduk di bawahnya bersandarkan kaki sofa. Jena menyalakan kamera depan ponselnya hingga keduanya muncul di layar ponsel itu dan menaruhnya di tempat tisu yang ada di meja. 

"Aku rekam ya" Jena memencet tombol merah meski belum diberi pertujuan Marco yang sedang menyetel gitarnya sambil menggumam sebuah lagu. 

"Ayo kamu ikut nyanyi ya" kata Marco. 

Jena mengangguk, lalu Marco memulai lagi mengetik senar gitarnya.

"Do you hear me i'm talking to you...bentar-bentar, ketinggian" 

Jena tak merespon, ia melihat wajahnya sendiri di layar ponselnya. Lalu Marco memulai lagi di belakang.

"Segini, pas ya?" tanya Marco.

"Bisa-bisa"

Mereka berdua pun menyanyikan lagu Jason Mraz yang berjudul Lucky bersama-sama dengan tawa yang pecah di tengah video karena lama kelamaan temponya jadi amburadul dan beberapa part lupa lirik. 

"ayolah Marco" 

Marco terkekeh, "bentar-bentar, ini gitarnya jarang dipake ya?" 

"iya, yang punya sibuk kuliah ngurusin pasal-pasal"

"emang iya udah belajar pasal-pasal?" tanya Marco. 

"gatau juga si, ga paham. Kenapa? jangan bilang kamu mau beralih masuk hukum juga"

Marco meletakkan gitarnya asal di meja, lalu merebahkan diri di sofa panjang di salah satu sisi ruang tamu, "belum tau, belum menetapkan pilihan."

"aku tiduran bentar ya, kepalaku cenut-cenut abis ngerjain puluhan soal matematika tadi" lanjut Marco.

House MatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang