Reina POV
Aku ingin memulai kisah baru di suasana yang baru pula. Namun sejak aku melihat nama orang itu berada di salah satu daftar nama siswa sekolah ini, suasana hatiku menjadi tidak karuan. Segala tanya yang ingin aku lontarkan padanya harus aku tahan kuat-kuat. Aku benar-benar tidak ingin membuatnya masuk lagi ke dalam kehidupanku setelah ia mematahkan persepsiku tentang indahnya cinta pertama.
Lupakan soal laki-laki brengsek itu, mood pagiku yang rusak karenanya sedikit membaik saat aku keluar sebentar dari aula untuk menuju toilet sekolah. Sedikit mengendap karena aku sengaja mencari toilet yang sedikit jauh dari tempat itu untuk mengulur waktu. Rangkaian awal acara orientasi siswa membuatku bosan setengah mati hingga aku terus-terusan mengatukkan kakiku ke lantai.
Langkahku terhenti seketika dan mengerjap saat salah satu kakak kelas menegurku, "mau kemana!" sial, aku ketahuan!
Kakak itu memberiku rentetan kalimat yang semakin lama semakin samar terdengar di telingaku karena fokusku beralih pada seorang yang berlari keluar dari arah lapangan sepak bola menuju tempatku berdiri. Buliran keringat di dahinya membuat rambut bagian depannya sedikit basah.
Matanya, aku tidak henti menatap matanya yang begitu jernih dan indah. Bentuk matanya begitu sempurna ditambah alis tebal terukir di atasnya. Aku kembali memindai keseluruhan saat ia berdiri di depan kakak kelas yang baru saja menegurku. Bahu sempit dan tubuh kurusnya terbungkus seragam berwarna navy, terlihat jelas dia bukan dari sekolah negeri sebelumnya. Mungkin saja dari sekolah swasta kelas atas di Jakarta? pikirku, sampai akhirnya aku mendengar suara dari bibir tipisnya.
"aku uDDah DDua kali mBak, taDDi DDisuruh BBapaknya yang Ddisana tanya ke mBBaknya aku masuk ke Bbarisan kelas apa"
Tanpa sadar aku tertawa tanpa suara saat mendengar aksen jawa dari ucapannya. Benar-benar tak terpikirkan bahwa laki-laki itu memiliki aksen yang begitu kental.
Sekembalinya aku ke aula, acara MOPD yang tadinya membosankan menjadi cukup menarik saat diambil alih kakak-kakak OSIS. Suasana yang tadinya begitu formal pun menjadi lebih mencair. Apalagi sorakan para siswa laki-laki di bagian tengah yang mendominasi ruangan itu. Semua atensi berkumpul ke arah sana, tak terkecuali aku. Ada Reino dan Saddam disana, sejak kapan Saddam bisa tertawa seperti itu dengan orang baru? Aku masih terkunci dalam pikiran-pikiranku soal Saddam hingga lagi-lagi aku melihat laki-laki jawa tadi berdiri di belakangnya dengan tawanya yang tak kalah mendominasi.
Saat laki-laki itu baru saja ditunjuk ke depan untuk menjawab pertanyaan, ia beberapa kali melongok ke barisan kursi kelasku yang kebetulan bertempat di barisan paling depan. Mungkinkah dia melihat ke arahku? mungkinkah ia juga tertarik padaku? (notes: padahal Bagas nyari Jena yang tak kunjung kembali ke aula setelah dihukum lari tadi pagi).
Di jam istirahat pertama, aku masih belum begitu nyaman dengan suasana pertemanan yang baru hingga aku memutuskan untuk memakan bekalku di tempat yang lebih sepi. Namun...
BRAK!
"sorry...sorry"
Laki-laki itu lagi, kali ini aku melihat nama di nametag nya saat dia mencoba memungut sandwichku yang terjatuh ke tanah.
Bagas Alby Gumelar?
"sorry ini uDDah kotor, NGGa BBisa di makan lagi. Sorry BBanget ya, nanti ak- GGue GGanti" setelah mengucapkan itu dan menyerahkan kotak bekal ke tanganku, dia lari menjauh seperti sedang terburu-buru. Lucu, aku bisa sangat menyukai logat jawa karena orang itu. Apakah dia tidak sadar bahwa dia sama sekali tidak cocok menggunakan elo-gue dengan aksennya itu?
Seiring berjalannnya waktu, hari demi hari terlewati, intensitasku bertemu dengan laki-laki itu menjadi lebih sering karena ternyata ia saudara dari teman sebangku ku. Hampir setiap hari dia datang ke kelasku untuk menjemput Jena. Dan dari situlah aku tau dia adalah laki-laki yang sama menyebalkannya seperti Ino dan sering menggangguku setiap kali bertemu.

KAMU SEDANG MEMBACA
House Mates
FanfictieReuni tahun 2036 membawa Jena memutar kembali memori-memori masa mudanya. Membawamu menebak kepada siapakah yang pada akhirnya Jena percaya untuk mengobati luka masa lalunya dan berjanji untuk 'seumur hidup'?