28. LOST

165 21 11
                                    

Jum'at, 16 Oktober 2015

"kenapa diem? mas mau bilang apa yang mas tulis di buku catatan itu cuma iseng aja? I know you are not that kind of person!" Jena terkekeh jengah. "dan mas bilang apa? jangan sampe kelewat batas? aku harus jaga diri?"

"aku mau nginep di rumah Reina" lanjut Jena.

Brian menahan pergelangan tangan Jena, "Tunggu" ujarnya lirih. 

Brian memejamkan matanya sejenak dan menghela nafas berat, "so selama setahun terakhir ini kamu jauhin aku cuma gara-gara itu?"

"cuma?" 

Jena mencoba melepaskan tautan Brian, namun laki-laki itu tak membiarkannya. 

"Ok, sorry. Aku minta maaf untuk itu. It was four years ago dan aku pun udah mencoba sekeras mungkin buat lupain itu, Jen. Aku masih belum bisa berpikir jernih dan nglakuin apa yang yang seharusnya nggak aku lakuin. Aku mengakui itu kesalahan besarku. Tapi Jena..." Ucapan Brian mengambang, ia mencoba mengatur nafasnya setelah mencoba mengungkapkan itu dengan hati yang berat. 

Sedangkan Jena semakin memberikan sorot mata keheranan, matanya mencoba menangkap keseriusan ucapan laki-laki didepannya. 

"Kamu nggak perlu khawatir lagi soal itu, aku sayang sama kamu, sama seperti aku sayang sama Bagas. Dan soal itu....soal fantasi-fantasi brengsek yang aku tulis saat aku berumur 16 tahun, aku udah nggak pernah ngliat itu lagi di diri kamu. Kamu tau sendiri kan? pola pikirku udah berubah. Dan aku tau sekali, kamu udah menemukan kebahagiaanmu sendiri. Aku pun juga ikut bahagia karenanya."

"maka dari itu Jena, as a brother, i'm begging you...hati-hati sama laki-laki. Oke??even itu aku, Bagas, ataupun Marco"

"mas mau bawa-bawa ciumanku sama Marco lagi? mau membalikkan keadaan? i was talking about you, mas! Tapi kamu malah bahas Marco lagi! He's my boyfriend sedangkan kamu saat itu siapanya aku?" Jena berhasil melepaskan telapak tangannya. 

Brian berdecak, menghela nafas dalam-dalam dan mengusap wajahnya kasar, kini kepalanya terasa mendidih. 

"aku membalikkan keadaan? i was talking about it first! justru kamu yang membalikkan keadaan!" ujar Brian dengan nada sedikit lebih keras dari sebelumnya.

Jena menggelengkan kepalanya sembari menatap keheranan laki-laki di depannya. Ia pun melangkah pergi. Sudah tak terhitung berapa kali Jena dan Brian saling beradu argumen tapi baru kali ini perempuan itu yang pergi lebih dulu. 

Hentakkan kakinya terhenti saat ia membuka pintu depan lebar-lebar. 

"Hp kamu ketinggalan di mobil" 

Marco mengangkat ponsel Jena ke udara. Terlihat Marco menyunggingkan senyumnya, lalu netranya beralih pada laki-laki di dalam yang baru saja menyugarkan rambutnya ke belakang. Ia juga terlihat terkejut melihat kehadiran Marco disana. 

***

Sudah lima menit di mobil, Jena masih bungkam. Ia menyenderkan kepalanya di kaca mobil yang sedikit basah karena gerimis sambil menatap ke arah luar. 

Sesekali Marco menoleh ke arah gadisnya, setiap ucapan Jena dan Brian terngiang-ngiang jelas di otaknya. Perlukah ia menanyakan pada Jena tentang itu? 

Hampir setengah jam berlalu, mereka sampai di rumah Reina. Tak mau membangunkan gadisnya yang tertidur, Marco pun membuka ponselnya sambil menunggu Jena bangun dengan sendirinya. Ia tau betul Jena tidak akan betah lama saat tidur di mobil.

Kama

Lo tenang aja, dia aman sama gue|

| Ok

House MatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang