Tak terasa dua malam merangkup kedekatanku dengan ketiga kakak laki-lakiku yang tampan, rupawan, menyenangkan, menyebalkan, dan kadang membingungkan.
Sebagai perencana terbaik, Kak Juna sengaja membawa kami asyik berwisata kuliner sesuai rekomendasi Bapak Presiden Jokowi. Mulai dari Ayam Goreng Mbah Karto, Soto Triwindu, Rumah Makan Adem Ayem, sampai berkunjung menikmati hidangan Javanese royal fine dining di Pracima Tuin.
Penutup pukul 20.56 WIB kali ini cukup sederhana. Kita berempat memesan wedang ronde, meresapi cuaca pasca hujan deras sambil berbincang ringan, termasuk rencana membeli oleh-oleh Serabi Notosuman untuk keluarga dan teman sebelum kembali berangkat menaiki Argolawu dari Stasiun Solo Balapan menuju Gambir esok pagi.
"Kak, aku pengen tanya deh."
"Tanya aja mumpung gratis." Kelakar Kak Dewa.
"Kok Kak Juna nggak pernah kelihatan suka cewek? Beda sama Kak Shane nyesel nolak Kak Sisil, Kak Dewa bingung pilih Annisa atau Mbak Rika."
"Ralat, Kakak udah ditolak Annisa duluan." Sentak Kak Dewa menguncupkan tawa kecil kami.
"Ehm, kakakmu nomer 2 itu sebenernya lagi kesengsem orang lain, cuma rada bangke aja dia nggak mau bagi-bagi."
Pelototan Kak Juna langsung tertuju pada Kak Shane. "Apaan lu, Kak?! Gini-gini gue masih lebih prioritasin bunda, Nia, Cathy. Cewek urusan belakangan!"
"Ah, masaaaa'?? Kemaren-kemaren beli caramel macchiato seliter buat siapa tuuh? Bidadari mana yang belom lo balikin selendangnya, Kak?"
Situasi semakin menggelitik rasa penasaranku kala Kak Dewa ikut angkat bicara.
"Au bidadari mana, nyempil kali di dapur." Cetus Kak Juna, terang sekali malas digoda.
"Ciieee... bidadarinya jago masak dong, ya?" Pancing Kak Shane menjadi-jadi.
"Shailendra, asli mulut lo minta gue sumpel kamper beneran."
"Monggo ngaku saiki, Pak Arjuna, sebelum ayah bunda tanya-tanya terus. Ngebet banget mereka pengen punya cucu. Berhubung Pak Shailendra betah pacaran sama kerjaan, nggak ada salahnya Anda memulai duluan."
"Fuahahahahahha!" Aku tak kuat lagi menahan tawa. Mereka sungguh lucu. Untung isi mangkuk rondeku tersisa setengah jadi tidak tumpah saat tanganku keasyikan menggeplak bahu Kak Dewa.
"Bodo! Gue ngambek!"
"Lah, ada gitu orang ngambek ujug-ujug ngomong lanjut jajan." Kak Shane mengikik heran mendapati langkah Kak Juna menjumpai penjual telur gulung dan gorengan.
Benar-benar... kami sulit memisahkan diri dari makanan enak. Padahal tadi sudah hampir kekenyangan menyantap nasi liwet solo yang lezatnya sukar kudeskripsikan.
Pemandangan sekitar alun-alun menjadi tontonan sederhanaku sambil ngemil. Habis telur gulung 5 tusuk, tanganku meraih bakwan sayur.
"Gue punya cem-ceman jaman kuliah, namanya Felisha."
Aku, Kak Dewa, dan Kak Shane memasang telinga baik-baik.
"Felisha satu-satunya cewek Teknik Industri di angkatan gue, jangan tanyalah berapa banyak yang suka dia. Sayangnya, nggak ada yang berani deketin. Felisha anak dekan, salah satu dosen bergelar profesor paling disegani pokoknya. Killer sih nggak, cuma kalo ngasih tugas persis kerasukan, sampe migrain gue kambuh tiap ketemu makul beliau."
"Gue kagum sama dia, nggak lebih dari itu. Singkat cerita, Felisha ternyata suka gue sejak kita maba, dia nembak gue habis wisuda."
"TERUS?!" Tagihku dan dua kakakku geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
FanfictionKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...