*#NowPlaying SEVENTEEN Vocal Team - Pinwheel* 🎶🎵
*Shane's POV*
"Jam 8 kurang 15, Kak, gimana? Mau pulang sekarang?" Tanya Nia sembari mengancingkan jaket merah marun pemberianku dari jok belakang, seusai makan malam di Imah Babaturan.
Kuputar setir bulatku santai tanpa banyak kata saat keluar area parkir, memandanginya teduh. "Satu destinasi terakhir, baru kita pulang."
"Gila! Besok pujabakti pagi, Kak! Emang kita mau ke mana lagi?!" Nia memekik rendah.
"Ketemu temen, 'kan Kakak udah bilang."
"Oh, God. Pantes... ditunggu ngopi sama makan malem temen Kakak nggak dateng-dateng, ternyata mau Kakak samperin sendiri? Nggak bisa besok-besok aja gitu?"
"Maaf. Kamu pasti capek banget, Dek." Ucapku bersalah. Kepalanya buru-buru menggeleng cepat.
"Belom capek, cuma nggak enak sama orang rumah. Bunda nge-chat dari tadi, Kak Juna juga, tapi belom aku bales." Jawabnya lirih. "Rumah temen Kakak di mana?"
"Dago atas."
"Jauh, nggak?"
"Kakak nggak bisa pastiin. Kamu boleh tidur dulu kalo ngantuk."
"Dibilang masih seger nggak percaya." Sungut Nia terdengar, ia memutar lagu Hoobastank - The Reason melalui aplikasi ponselnya supaya perjalanan tidak sepi.
Hujan tuntas menyegarkan pikiran, ketika banyak masyarakat masih berusaha meramaikan tepi jalan. Entah sekedar jajan bandros, batagor, bandrek, dimsum, atau sejenisnya sepanjang Lexus hitamku menelusuri kota ini.
Nia terlihat jauh lebih excited, tak lepas menatap gemerlap lampu-lampu penghias Gedung Sate yang kami lewati, seolah stres semester tua tengah ia luapkan secara cuma-cuma. Kakak pertamanya memang bertambah umur, tetapi keriangan dapat kutangkap memenuhi senyumnya.
Bolehkah kusyukuri sesi curhat berbuah inisiasi baru bahwa Nia mulai semakin bersikap terbuka terhadapku?
Ini berarti, tinggal sedikit langkah hendak kucapai menuju babak akhir hari.
That I just want you to know
I found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over knew
And the reason is you"Kak Shane.."
Panggilan Nia menolehkanku sesaat. "Kenapa, Dek?"
Jeda membantu Nia menarik napas agak dalam.
"Makasih, Kakak udah mau dengerin ceritaku. Kakak mau peduli, Kakak bisa ngertiin aku aja lebih dari yang aku pengen. Pernah.. waktu aku kecil... aku mikir kapan Kak Shane bisa aku ajak main boneka, terus aku dibacain cerita Cinderella atau Beauty and The Beast kayak Amara. Sekarang aku sadar, dulu aku nggak butuh itu semua, karena sikap dewasa Kak Shane... adalah berkah utama buatku yang nggak tergantikan."
"Ayah, bunda, Kak Shane, Kak Juna, sama Kak Dewa. Aku nggak kebayang suatu hari nanti kehilangan kalian dalam keadaan menyimpan dendam inner child yang nggak ada habisnya. Aku bahkan tahu, gimana rasanya jadi Dimas sama Olivia yang harus relain Amara pas mereka sekeluarga hidup harmonis. Om Hendra sama Tante Mirna, pasti sedih banget... setahun Amara pergi, belom tentu mereka tetep baik-baik aja. Ya, 'kan?"
"Keluh kesahku memang nggak sebanding sama stresnya si kembar di rumah, tapi... aku ngerti banget jadi Mbak Ara... kelainan imun buat Mbak Ara segitu sakitnya, termasuk skoliosis yang harus aku terima seumur hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
أدب الهواةKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...