"Di sini tempatnya?"
Angguk lemah Juna menuai lirih tak percaya Shane usai menuntaskan 3.5 jam perjalanan, menjemput kedua adik tercinta mereka.
Terlepas bagaimana 2 jam Keluarga Hendrawan saling melepas rindu hampir 23 tahun berselang, Shane bersyukur banyak informasi terkuak mengenai keberadaan Dewa dan Nia melalui Anaya.
Yang lebih mengagetkan lagi, Hafizh, Bima, Anna, dan Dean menyanggupi pinta Anaya menggantikan nyawa pengawal bayaran kakak kembar Amara itu yang sukses dihabisi Gio sebelum menyelesaikan misi, ketahuan tertangkap bersamaan dengan ucapan Sisil tentang tiga tikus yang diringkus.
Salah satu 'tikus' tiada bukan berarti Shane angkat tangan.
Ia penasaran, apa benar Sisil melanggar janji? Padahal sekuntum rasa mulai menguncup menuntun tinta menggores selembar kisah baru.
Menyesal, mengapa harus Nia yang mengalaminya? Kenapa bukan dirinya sendiri saja dibuat terjatuh angan?
"Adek kita, Kak, adek kita bertaruh nyawa di dalem sana." Tenggorokan Juna tercekat mendengar Dewa dan Nia berseru bersahutan.
"Nggak bisakah kita langsung masuk, Kak?"
"Terlalu berbahaya, Jun. Inget kata Aya, kita kudu percaya staf lo sama pegawainya Dewa bisa atasi ini." Jawab Shane merangkul Juna, bersandar pada bodi mobil, tak kalah khawatir.
"Ya kali kita nggak hubungi polisi, Kak!"
"Ayah WA gue, pengacara keluarga kita udah di rumah. Biar jadi urusan ayah bunda. Tugas kita di sini selametin mereka berenam."
"Aya gimana?"
Itu dia, pikir Shane kalut. Jangan bilang kalau ketidaksertaan Anaya kemari ada hubungannya dengan orang tua Sisil dan Gio?
Dugaan Shane anti meleset beberapa menit kemudian.
"Kak! Ngumpet!" Titah Juna diiyakan Shane, tepat di mana Mercedes-Benz S-Class milik Andrew dan Emma bercokol menawan di depan pintu pagar utama.
Mereka berdua buru-buru menyembunyikan diri di balik pintu sambung halaman belakang villa.
"Mereka tahu dari mana Sisil sama Gio di sini? Jangan-jangan kerjaan Aya, Kak?"
"Anak itu lebih pinter dari Ara. Nggak heran masuk Kedokteran."
"Kak," Juna serius memandang Shane datar. "Inget janji kita pas masuk tol, jangan pernah lagi bandingin Ara, Aya, Nia."
Satu sisi Shane bersyukur Juna lekas mengerti dan lebih dewasa untuk tidak mengulang kesalahan. Ia mengulaskan senyum, mengapresiasi perkataan Juna.
"That's what siblings are for."
Telunjuk Shane mengisyaratkan Juna diam. Suara semak-semak mengadu terinjak langkah kaki beberapa orang mengejutkan Juna.
"Pak Shane, Pak Arjuna." Panggil Bima pelan.
Juna menoleh. Darah seakan berhenti mengalir menatap Dewa dipapah lemah, ditemani raut muka cemas Anna dan Bima.
"De-Dewa... Ya Tuhan, Adekk.."
Tangkapan momen langka bagi Anna saat Juna mengujar menyebut panggilan 'Adik'.
Benar kata Anaya. Keluarga ini kurang perhatian.
Tangan Juna bergegas membantu Bima membaringkan Dewa di jok tengah ketika Anna sibuk mengatur napas, berhubung mengendap-endap bak maling ayam bukanlah keahliannya, bersyukur tidak ketahuan.
Diliriknya Shane prihatin. Sang penguat pilar pondasi kerukunan itu tak kuat lagi menahan emosi, memandang perih adik keduanya diobati pelan-pelan oleh Bima menggunakan perlengkapan P3K darurat sebelum bala bantuan Varen tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
FanficKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...