*Kania's POV*
"Kania? Kamu bisa denger saya?"
Penglihatanku samar-samar menangkap ekspresi cemas Dokter Varen beserta seorang perawat laki-laki rumah sakit.
Wow, aku masih bernapas.
Kucoba mendiamkan pembicaraan paramedis di sampingku ini. Karena hal yang kurasakan cuma rasa kebas pada punggung tangan sebelah kiri, pening kepala, dan tenggorokan kering.
"Suhu badan dan tekanan darahmu normal. Tinggal tunggu suster dateng antar makan malem, habis itu kamu bisa minum obat terus lanjut bobok."
"Makasih, Dok." Bisikku.
Dokter Varen membelai kepalaku, menghela napasnya sesaat. "Cepet sembuh. Hypesound fest nunggu kamu."
Astaga.. sempet-sempetnya dia bahas proker. Mana aku mengerti progress update-nya? Jangan-jangan aku sudah dikeluarkan dari grup panitia.
Oh, ya. Bagaimana dengan keluargaku?
"Dok," suara rendahku menghentikan langkah Dokter Varen menuju pintu kamar inap. "Ayah, bunda, kakak.. di mana?"
"Kamu nggak perlu tahu." Tegas pria berkemeja silk abu-abu itu. "Mereka menitipkanmu, memintaku mengurusmu supaya kamu lekas sehat lagi. Kamu nggak boleh larut dalam urusan masa lalu keluargamu, Nia, biarkan mereka yang lebih dewasa menyelesaikannya dengan bijaksana."
"Mereka sayang banget sama kamu, termasuk Aya dan keluarganya."
Selalu begitu. Padahal aku penasaran.
"Tapi saya nggak usah nginep lama-lama, kan?"
"3 hari. Gimana?"
"Deal."
Kelingking kami bertaut. Dokter Varen tertawa. Manis sekali. Ia membantuku duduk dan minum segelas air putih, membenahi letak nassal canula-ku.
"Ngomong-ngomong, di luar ada Olive, Dimas, Irfan, Richie, dan Anyelir. Boleh mereka masuk?"
"Boleh, Dok. Sekali lagi, terima kasih."
"Sama-sama, Nia cantik."
Gigit selang infus boleh nggak sih, Dok?
"Saya juga permisi, Nona Kania." Ujar si perawat mengikuti Dokter Varen.
"Iya, Mas, makasih."
Sepeninggal Dokter Varen, datanglah Olivia bercucur air mata bersama Dimas menghambur memelukku erat. Muka sembab Irfan pun hadir, ketika Anyelir ditemani Kak Richie berdiri menepi di ujung ranjang.
"Lo! Lo jahat, Ni, asli! Lo biarin lewatin semua sendirian! Kenapa sih lo anggep kita cuma sepupu lo doang? Kita keluarga, Nia! Lo sakit, gue nggak kalah sakit! Coba kalo nggak ada Mbak Aya, lo tetep musuhin kakak-kakak lo, Gio pasti udah habisin lo. Kita nggak bakal ketemu lagi!"
Irfan, Anyelir, dan Kak Richie menunduk lemah mendengar betapa cerewetnya Olivia mengkhawatirkanku.
Ingus Dimas sendiri sudah meler ke mana-mana.
"Nia, lo nggak apa-apa? Ada yang sakit?"
"Gue baik, Dim."
Bertambahlah beban pelukanku.
"Lu harus janji, nggak bakal ada cerita gini-ginian lagi. Gue nggak mau sport jantung macem tadi pagi keulang kedua kali. Lo, Olive, Mbak Aya, nggak boleh tinggalin gue di luar kehendak Tuhan. Sampe lo ingkar, gue beliin lo bra tank top yang banyak sampe kakak-kakak lo parno!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
Fiksi PenggemarKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...