*Author's POV*
"Eh, Bang Dewa. Masuk, Bang."
Richie mempersilakan salah satu pemegang sponsor acara akbar Fakultas Ekonomi dan Bisnis kampusnya menginjak lantai ruang tamu.
"Mau minum apa?"
"Nggak usah, gue buru-buru. Nia ke sini, nggak, chi? Terakhir sama lo kapan?"
"Habis rapat sih kita semua misah. Anyelir sama pacarnya, gue juga langsung pergi mau nganter nyokap ke dokter. Kalo Nia.. gue nggak tahu, Bang, maaf.." lirih sesal Richie.
"Adek gue belom pulang. Gue cari di minimarket, supermarket, kafe gue, tukang gorengan, Starbucks, perpus, tempat-tempat yang biasa gue tahu dia di mana... nggak ada."
Dewa mengusap wajah letih, mengundang iba Richie pada malam kelabu. Langit terus bergemuruh, hawa dingin menusuk tulang mulai terasa, Richie paham bagaimana perasaan Dewa kini.
"Perpustakaan? Abang udah ke sana?"
"Perpus kampus, kota, kecamatan. Tetep nol."
Jam setengah 10 malem, gila! Sebenarnya Nia ke mana?
"Nia nggak pernah ke rumah gue, Bang, kita sering berurusan di kampus sama kafe lo doang. Gue bahkan nggak tahu rumah kalian di mana. Gue lihat Nia hari ini bawa mobil, makanya gue bingung kenapa dia belom pulang." Terang Richie.
"Perginya buru-buru, nggak?"
"Nggak. Oh! Dia nggak kayak biasanya, Bang, hari ini!"
Puji dewi fortuna, bukan hanya Keluarga Pramadana berpikir demikian. "Apa yang lo tangkep dari perilaku Nia tadi?"
"Makan siangnya nggak habis, ngomong hal penting doang kalo ditanya. Gue sepelein karena mungkin lagi PMS atau mens, cuma... agak aneh nggak kayak cewek lain juga, Bang.."
"Maksud lo?"
"Nia kelihatan sedih terlalu dalem. Ngerti, nggak?"
"Dia ada masalah di kampus? Gengnya Fernando gangguin dia lagi?" Ekspresi muka Dewa mengetat.
"Fernando, Bernard, Marcel pindah ke kelas malem online, mereka kerja part time kayak sepupu lo. Adem-adem aja kok sikon kampus."
Keduanya tercenung, bahasan menguap meninggalkan asumsi masing-masing, tertinggal tanpa diutarakan.
Aroma pethicor merasuk menenangkan hati Richie, menanjak kekhawatiran Dewa.
"Thanks, Bro. Gue kudu lanjut pencarian, bisa berabe kalo tuh anak jalan-jalan sampe besok pagi."
"Tunggu sebentar, Bang Dewa!" seru Richie, lari pontang-panting ke area belakang rumah.
Selang beberapa detik, Richie memaksa memakaikan Dewa jas hujan, menyerahkan cadangannya berwarna sama, berikut sebuah payung besar.
"Maaf, Bang, gue nggak bisa bantu sebaik yang lo minta. Sebagai ketua BEM yang bertanggung jawab atas anggota panitia acara, seenggaknya cuma ini yang bisa gue lakuin."
Mengenaskan, menurut Richie, Dewa hanya mengandalkan sehelai kaus jersey Arsenal, jeans pudar, jaket, serta sandal jepit tipis putih. Pasti terburu-buru keluar rumah, panik ingin menemukan keberadaan Nia secepatnya.
"Gue nggak tahu harus berterima kasih kayak mana."
"Lo boleh balikin kapan-kapan. Semoga Nia cepet ketemu kakaknya yang sayang banget sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
FanficKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...