*Juna's POV*
Sebongkah kecil es asyik kukunyah, tiba-tiba...
"Baangg! Bang Junaaa!"
Dimas berteriak memanggilku, berlari-lari dari arah koridor taman depan kantin. Luar biasa.
Napasnya terengah sesak begitu kutatap heran. "B-Bang Juna, hoshh... adek lu berantem, Bang!"
"Berantem gimana? Nia sama Olive rebutan lipstik?"
"Hiihh! Bukaann! Nia tonjok-tonjokan sama anak cowok kelas gua!"
Gila. Mau jadi sarjana atau biang tawuran tuh anak?
"Di mana Nia sekarang?" Geramku. Dimas mendadak kicep, bibirnya menyahut kaku.
"K-kayaknya masih di parkiran Gedung B, Bang. Jauh emang, orang kelas gue di sono."
"Masalahnya apa?"
"Olive sama Nia diganggu. Gio emosi, tapi Irfan bisa nahan. Gue juga udah peringatin anak kelas gue, tapi Nia nggak terima."
Kurang ajar. "Gue bayar dulu bentar!"
Melihatku berlarian bersama Dimas menuju koridor arah parkiran Gedung B, Olivia langsung berseru meminta tolong. Gio tampak berkali-kali menendang kaki dua orang tengkurap mencium lantai kesakitan, Irfan mencoba menarik tas punggung Gio sekuat tenaga supaya mengalah, Dimas berusaha menengahi sembari meminggirkan Olive di belakang punggungku, sementara adikku bertingkah di luar nalar.
Muka cowok itu memar total di mana-mana. Rambutnya berantakan. Alisnya sobek. Nia seakan tuli meski si korban mengaduh memohon ampun, kapok setengah mati, tetap saja sekali tendangan kencang kembali Nia layangkan, mengajak sang pelaku utama ikut tersungkur bersama teman-temannya.
"Lo salah banget udah nguji kesabaran gue, Nan!"
BUK! BAK!
Kutahan napasku. Sekuat itukah Nia... tetesan darah segar merembes turun ke bawah dagu lawannya?
"MAMPUS LO, PLAYBOY IBLIS!"
"Ma-maaf, Ni.. please, ini.. UHUK!! S-sakit ban..gett.. uhuk! Uhuk!"
"LO KIRA GUE NGGAK SAKIT LO GITUIN?! Berapa banyak cewek FEB sini yang lo sepelein sejak semester 1?? PIKIR, BANGSAT! LO PUNYA NYOKAP SAMA KAKAK CEWEK, NAN! MANUSIA BEBAS KARMA LO, HAH?!"
Dimas mengatur napas, memeluk Olivia agar berhenti menangis menyaksikan keganasan seorang Kania Srikandi Pramadana.
"BERHENTI, YO! MATI NTAR ANAK ORANG!"
Baru kali ini kudengar Irfan tak kalah galak, sehingga Gio menggantungkan tinju ke udara, terpaksa melepas kerah kemeja cowok ber-nametag Marcel dan Bernard yang tertera pada jas almamaternya.
"Nia, kamu juga berhenti." Kutahan lengannya saat ia hendak membenturkan kepala lawan ke tembok.
"K-Kak Juna?" Tolehnya bingung bercampur takut.
"Dimas, Irfan, Gio, bawa temen-temen kalian ke klinik kampus. Nia, kita pulang."
Mereka bertiga yang kutunjuk terdiam, bersikap jiwa besar dengan membantu ketiga orang itu berdiri dan memapah pelan.
"Makasih, Bang." Ucap cowok itu malu.
"Nggak sia-sia adek gue belajar karate sampe sabuk item, habis ini kompres pake air anget gih. Nama lo siapa?"
"F-Fernando."
"Gue Juna, kakak Nia nomer dua."
Kuremat jaket denimnya kala tiga pasang mata itu membelalak terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
Fiksi PenggemarKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...