Pagelaran uji pentas akhir Sanggar Tari Sekar Jingga Buana sukses memukau lebih dari seribu penonton Ciputra Artpreneur. Beragam tari tradisional khas Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat dipersembahkan apik penuh energi, sejuk, lembut, serta positif mengajak semuanya terbawa suasana indahnya pesona bumi pertiwi.
Hingga tibalah saat Nia dan keempat penari lainnya siap menapaki lantai panggung membawakan Tari Sekar Jagad asal pulau dewata.
Si gadis bungsu Pramadana itu tersenyum anggun, bergerak seirama mengikuti alunan musik, ekspresi wajahnya bermain cantik, sorot tajam tegasnya menuai puji ayah, bunda, Shane, Juna, dan Dewa dalam benak masing-masing.
Tak disangka, latihan keras 2 bulan yang Nia jalani menorehkan bangga pada diri Irfan, membuat kamera Varen tidak berhenti memotret momen-momen menakjubkan tersebut.
Kania, perempuan terkenal paling dingin itu berubah menjadi dewi langit ketujuh menghibur para anggota keluarga, sahabat, dan pasangan tercinta.
Hambatan keras ia hancurkan.
Peluh deras ia bekukan.
Galau meraja ia abaikan.
Tawaran cinta kasih ia terima dan ulurkan.
Lihat, manis sekali selendangnya terpasang. Jari jemarinya lentik mengayun-ayun hati.
Di situlah Shane bingung setengah mati.
Benarkah perempuan di atas panggung yang tengah menunduk berterima kasih sopan atas standing ovation penonton itu adalah adik terakhir hasil luka tanpa sengajanya?
***
*Kania's POV*
"Please, kupingku capek denger kalian muji aku terus. Ayah, Bunda, Kakak dateng aja buat Nia udah cukup. Nggak usah sampe segininya."
Jelas aku mengeluh tak enak. Sebuket bunga mawar putih, merah muda, dikelilingi baby breath diberikan Kak Juna kepadaku, ditambah peluk erat mereka semua, termasuk tangis haru bunda, Kak Dewa, dan Kak Shane.
"Kamu beneran udah gede, cantik, sekeren itu, Dek. Serius." Tuh, kan, Kak Dewa masih bisa bicara demikian di sela menyetir mobil sepulang acara uji pentasku.
"Maaf, sayang, Bunda jarang temenin kamu latihan, Bunda baru sadar kamu berbakat banget."
"Iihh.. Bunda jangan nangis, nanti Nia ikut nangis." Pintaku, mengusap lembut wajah sembab bunda di samping kananku.
"Bunda selalu support kamu sama kakak bertiga. Ibu mana di dunia ini yang nggak pengen nangis tahu anak-anaknya berhasil menempuh pilihannya sendiri?"
"Bun, tanggung jawab. Juna bentar lagi banjir." Kutengok ke jok belakang. Benar, mata mulai Kak Juna berkaca-kaca.
"Ya kalo banjir tinggal disedot pake jet pump."
"Ayaaahhh!"
Yang diprotes hanya mengikik dari jok depan. Sementara kuperhatikan Kak Shane lebih banyak diam, bersedekap memandang keluar jendela.
"Oh ya, ini kita langsung pulang?" Tanyaku. Siapa tahu kami mau mampir makan dulu atau bagaimana.
Rambut kaku bekas sasak dan hairspray milikku dibelai oleh bunda, setelah beberapa detik seolah bibir semua orang terkunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAMADANA ✔️
FanfictionKania Srikandi tidak pernah menginginkan terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di sebuah keluarga, bahkan dikelilingi tiga kakak lelaki kandung yang menganggapnya mutiara tak ternilai bukanlah suatu hal yang patut dibahagiakan, bila mengingat...