𝐉𝐠𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐚𝐧𝐝 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚𝐚𝐚. 𝐊𝐫𝐧 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐚𝐝𝐥𝐡 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐲𝐚.🐱
Dipatahkan oleh kenyataan,
Dibahagiakan oleh harapan.
•••Happy Reading 🍉
---------------------------Kedua tangan Launa terkepal, menunjukkan bahwa ia sudah tidak bisa menahan amarah.
Sedari tadi ia diam, karna merasa tidak perlu menanggapi, tetapi ia tidak akan diam disaat ia dan anaknya sudah dihina.
"Heh! kalau kamu mau ngehina itu liat dulu diri sendiri. Takutnya mah, yang di hina orang, eh, malah kelihatan lagi ngehina diri sendiri. Apa nggak malu." Launa menatap Tina tajam.
"Lagipula, anak saya disini juga korban," sambung Launa.
Tina yang mendengar ucapan Launa pun, langsung menatap nyalang dengan kedua tangan yang dikepal.
Ingin membalas perkataan Launa, tetapi Tina merasa mati kutu. Alhasil, ia hanya diam dengan kedua tangan yang dikepal.
"Heh! kamu kira kita bodoh, sampai-sampai mau dibohongi bahwa anak kamu itu korban?" Dengan telunjuk tangan kanan nya yang mengarah ke Launa, Jessica melotot kan matanya galak. Tiati loh buk, takutnya matanya copot, hhe.
Menepis tangan itu kuat, Rachell menatap Jessica nyalang. "Bukannya kalian memang bodoh ya? buktinya hanya berbicara ceplas-ceplos, tanpa tau kejadian sebenarnya."
Seketika, seluruh manusia yang berada disana, langsung menatap ia tak percaya.
"Rachell, kata-kata kamu memang bagus, tapi nggak boleh, nggak sopan." Launa menasehati anak nya itu dengan lembut dan pelan-pelan, walau sebenarnya ia sedikit bangga dengan ucapan pedas anaknya itu.
Jessica menggeram. "Tuh lihat!! mulut anak kamu tidak ada sopan santun nya ke orang yang lebih tua. Membuktikan banget, bahwa bukan anak yang terdidik."
"Lah daripada anak kamu, sok paling berkuasa."
"Anak saya memang berkuasa," sombong Jessica sambil mengibaskan rambutnya yang terurai.
"Idih, najis!"
Adu mulut antara Launa dan Jessica terus berlanjut.
"Aduh, udah ibu-ibu. Kalau begini terus, nggak bakal selesai ini masalah." Pak Bordan berusaha menegah pertengkaran antara kedua ibu-ibu itu.
Yap, daritadi pak Bordan ada diruangan itu, tapi entah mengapa, ia hanya diam memperhatikan. Tidak seperti biasanya yang sangat suka berbicara atau lebih tepatnya bertengkar dengan anak didiknya.
Launa dan Jessica langsung menatap ke arah pak Bordan tajam.
"Diam kamu!!" teriak mereka secara bersamaan.
Mendengar bentakan yang ditujukan padanya, pak Bordan langsung diam mematung.
Melihat apa yang dialami oleh pak Bordan, pak Yoga berusaha menahan tawanya yang ingin meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RACHELLEN
أدب المراهقين[𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗟𝗨𝗣𝗔 𝗙𝗢𝗟𝗟𝗢𝗪 𝗗𝗨𝗟𝗨 𝗦𝗘𝗕𝗘𝗟𝗨𝗠 𝗕𝗔𝗖𝗔! ] "Melihat mu bersama yang lain memang menyakitkan, tapi aku bisa apa? jarak kita dekat, tetapi serasa berjarak." ...