بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ🍁🍁
“Sya, kamu lihat kunci lemariku nggak?” tanya Jihan.
“Kunci lemari?” Kening Natasya bertaut. “Bukannya selalu kamu bawa, Han?”
“Emang dibawa dan aku simpen di saku, tapi sekarang kok nggak ada? Apa jatuh pas kita shalat Maghrib tadi?”
Natasya memutar bola matanya. “Makanya jangan dibawa-bawa! Simpen aja, jadi jatuh kan?”
Jihan mendengus. Bukannya membantu, temannya itu malah mengomelinya. Gadis itu melangkah keluar dari kamar asrama. Barang kali kuncinya memang jatuh saat dirinya shalat tadi, dia akan mencarinya ke sekitaran Masjid.
“Lagian nggak bakal ada yang ambil juga, Han. Nanti aku bantu—” Perkataan Natasya sontak terhenti karena ternyata Jihan sudah keluar.
“Ya Allah, Jihan ... mau pergi kenapa nggak bilang dulu sih? Berarti dari tadi aku ngomong sendiri dong. Haish ...!”
•••
Jihan kembali menyusuri Masjid. Mungkin saja kuncinya jatuh di sana, dan benar saja! Kunci itu jatuh di undakan teras Masjid.Saat Jihan hendak melangkah, seseorang tiba-tiba menabraknya dari arah belakang dan membuat dirinya jatuh tersungkur ke depan. Kedua tangannya refleks berpegang pada tanah hingga menjadi kotor karena memang habis hujan.
“Astaghfirullah ...!”
“Aduh, Jihan maaf, ya? Kamu nggak papa? Maaf banget, tadi aku buru-buru.”
Jihan kembali berdiri. “Aku nggak papa. Lain kali hati-hati, ya?”
“Iya, Han. Kalau gitu aku duluan.”
Jihan mengangguk. Santriwati itu kemudian berjalan pergi. Jihan melangkah mengambil kunci tersebut. Sebelum kembali ke kamar, gadis itu memutuskan akan mencuci tangannya terlebih dulu ke toilet Masjid.
Karena khawatir kerudungnya basah, Jihan melepaskan kerudungnya itu dan meletakkannya ke gantungan yang tersedia di sana. Lima menit kemudian, gadis itu sudah selesai dengan aktivitasnya dan bersiap keluar. Namun, langkahnya seketika terhenti mendengar suara ranting terinjak. Gadis itu bersembunyi di balik tembok.
Siapa di sana? Ini ‘kan toilet cewek. Kenapa dia di sini? Apa jangan-jangan dia mau ngintip aku?
Mata Jihan melirik sapu di samping tempatnya berdiri. Langsung saja gadis itu mengambilnya dan berencana akan memukul siapapun yang sudah lancang mau melihatnya buka kerudung.
“Bismillah ...,” ucapnya lalu melangkah ke depan kamar mandi dengan cepat.
“Dasar cowok mesum! Pasti kamu mau ngintip, 'kan? Rasain ini!” makinya dengan tangan yang membabi buta memukul lelaki di depannya kini.
“Stop ...! Berhenti, Jihan ...!”
Jihan tertegun. Seketika dia terbelalak saat matanya melihat dengan sempurna kalau lelaki di depannya kini adalah Arka.
“Gus Fatih?”
Sambil memegangi kepalanya yang lumayan berdenyut akibat serangan mendadak dari Jihan, Arka mengerutkan keningnya heran. Dia cukup terkejut atas panggilan Jihan barusan. Gus Fatih? Baru kali ini ada yang memanggilnya dengan nama depannya.
“Gus ngapain di sini? Ini ‘kan toilet wanita. Astaghfirullah ... jangan-jangan Gus mau ngintipin saya? Istighfar, Gus! Itu dosa. Dan kalau—”
“Kamu bisa diem dulu nggak sih?” sela Arka cepat. Dia menarik nafas sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️
General FictionSpin off ≈ Munajat Cinta Shafiya [Romance - sad - Spiritual] ____ Dibalik sikap menyebalkannya, Arka ternyata memiliki sisi hangat dan penyayang. Dia juga sangat lihai menguatkan dan memberi semangat pada orang-orang yang sedang bersedih. Salah satu...