بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
🍁🍁
“Kalian sengaja mau mengejek saya, hah?!” sentak Arka kepada dua lelaki di depannya yang ketahuan bolos di jam kelas yang dia ajarkan.“Afwan, Gus. Kami—”
“Sore ini juga setelah ashar, kalian harus setor hafalan 50 hadist kepada saya!” titah Arka tegas tak terbantahkan.
Kedua santri itu melongo. Yang benar saja! Sedangkan sekarang sudah menunjukkan pukul satu siang.
“Tap—” Salah seorang lelaki itu yang ingin membantah sontak urung kala temannya yang di samping menyenggol lengannya. Dia menggeleng sebagai isyarat untuk tidak membantah Arka atau hukumannya akan ditambah.
“Kenapa sih?” tanyanya kepada temannya itu ketika Arka sudah berlalu pergi dari hadapan mereka.
“Kalau kita bantah ucapannya, maka hukumannya nanti ditambah. Ingat kejadian Mahes kemarin. Dia yang tadinya cuma dihukum bersihin teras Masjid sama Gus Arka, tapi ditambah harus membersihkan setiap sudut area Masjid itu dan lapangan Pesantren selama satu bulan karena sempat nentang ucapannya.”
“Kenapa sekarang Gus Arka jadi sadis banget sih? Dulu nggak gini deh! Malahan dia itu termasuk humble loh sama kita-kita.”
Temannya hanya mengedikkan bahu.
Dani yang melihat kejadian itu dari kejauhan menghela nafas kasar. Jika dibiarkan lebih lama sikap Arka seperti ini, bisa-bisa para Santri tidak akan betah dan meminta pulang. Dia tidak bisa tinggal diam saja. Dia harus berbicara serius pada Arka.
•••
Sesampainya di ruangannya, Arka langsung mengecek tugas yang tadi dia minta untuk dikumpulkan dari kelas sebelas. Satu persatu buku catatan di depannya dia buka dan koreksi.
Tok! Tok!
Arka menoleh sekilas mendengar ketukan itu. Begitu netranya melihat Dani, lelaki itu langsung melanjutkan kembali kegiatannya yang tertunda.
“Tidak usah terburu-buru, masih ada hari esok, Arka,” ujar Dani melihat Arka yang terlalu memforsir tubuhnya. Siang malam lelaki itu terus bekerja.
Satu tahun berlalu dari kejadian Jihan tak ditemukan di sungai. Saat itu juga sikap Arka berubah. Dia benar-benar berubah menjadi sosok dingin tak tersentuh.
“Ka ...!” panggil Dani perlahan. “Ada yang mau ana bicarakan sama kamu,” lanjutnya.
“Jangan sekarang!” sahut Arka tanpa mengalihkan tatapannya dari buku.
Dani menghela nafas. Sejujurnya, dia amat prihatin melihat kondisi Arka saat ini. Psikis lelaki itu sedang terguncang dan Arka seakan membiarkan luka itu terus menganga tanpa berniat mengobatinya.
“Ka, Jihan nggak akan tenang di atas sana kalau melihat kamu seperti ini.”
Seketika Arka terdiam. Satu tangannya terkepal kuat. Lalu detik berikutnya, dia melempar buku di tangannya dan menarik kerah pakaian Dani.
“Apa maksud kamu mengatakan itu, Dan? Jihan masih hidup! Dia masih hidup!” tegasnya.
“Ka, mau sampai kapan kamu seperti ini? Istighfar, Ka. Istighfar ...! Allah tidak menyukai hamba-Nya yang terlalu larut meratapi kesedihannya.”
Arka melepaskan tangannya dari kerah Dani, lalu mengalihkan tatapannya.
“Maaf, Ka. Aku sama sekali nggak bermaksud mengatur kamu, tapi dengan sikap kamu yang seperti ini, kamu justru akan menyakiti orang-orang yang sayang sama kamu. Mereka pasti terluka melihatnya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️
Ficción GeneralSpin off ≈ Munajat Cinta Shafiya [Romance - sad - Spiritual] ____ Dibalik sikap menyebalkannya, Arka ternyata memiliki sisi hangat dan penyayang. Dia juga sangat lihai menguatkan dan memberi semangat pada orang-orang yang sedang bersedih. Salah satu...