Bagian 50 : Bermuka dua

668 44 16
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁

Jihan berniat untuk pulang saja. Buat apa dia di sini kalau Arka malah seperti lupa dengan kehadirannya? Suami macam apa itu?

Bruak!

Langkah Jihan seketika terhenti. Dia menoleh ke samping. Tepat di belakang toilet itu asal kegaduhan yang barusan Jihan dengar. Ada apa di sana?

Karena penasaran dengan apa yang terjadi, Jihan melangkah mendekati asal kegaduhan tersebut. Dan seketika mata Jihan terbelalak sempurna melihat objek di depannya sekarang. Seorang perempuan yang tengah diperlakukan tak pantas oleh perempuan lainnya.

“Jangan sok kecantikan mau deketin Bima, Maya! Kamu ngaca dong! Kamu itu siapa, Bima siapa. Jangan caper!” sentak seorang perempuan sambil menunjuk perempuan di depannya sekarang yang tengah menunduk takut. Tatapannya tajam menusuk.

“Demi Allah aku tidak pernah caper sama Bima, Naura,” bantah Maya. “Kami mengobrol murni membahas soal persiapan lomba tilawah minggu depan. Hanya itu saja.”

Naura tersenyum miring. “Itu cuma alasan aja, 'kan? Kamu memang suka sama dia dan mau deketin dia!”

Maya menggeleng tegas. “Sebagai muslimah yang baik, aku nggak sepantasnya melakukan itu karena sama saja sudah mendekati zina.”

“Sok suci banget sih!”

Tangan Naura sudah terangkat hendak menampar Maya. Namun, sebelum tangan itu berhasil mendarat di pipi Maya, tangan Naura ditahan seseorang, lalu dihempaskan secara kasar.

“Apa-apaan sih?!” ketus Naura.

“Masih zaman ya perundungan kaya gini?” tanya Jihan dengan tatapan datar.

“Kamu nggak usah ikut campur!” sentak Naura.

“Ini sudah melanggar hak asasi kemanusiaan dengan kamu memperlakukan dia dengan tidak pantas, saya yang jelas seorang manusia jelas punya hak ikut campur!” ujar Jihan tak kalah menyentak.

Naura berdecih. Dia lalu melangkah lebih dekat pada Jihan dengan tatapan sengitnya.

“Kamu mau jadi sok pahlawan, hah?” sinisnya. Dia kemudian melirik pada kedua temannya, memberi kode mereka untuk melakukan perintahnya.

Kedua perempuan di belakangnya mengangguk. Salah satu dari mereka mengambil sebuah ember ukuran sedang yang sudah terisi air di dalamnya, lalu diberikan pada Naura yang menyuruhnya tadi.

“Kalau begitu kamu saja yang menggantikan posisi dia.” Sedetik setelah dia mengucapkan itu, tanpa aba-aba Naura menumpahkan semua air dalam ember tersebut pada Jihan yang tak sempat menghindar.

Naura mengira Jihan akan langsung takluk padanya dan pergi, tetapi dugaannya salah besar ketika Jihan yang justru menarik kerudungnya dengan kencang.

“Aw, sakit! Lepasin ...!”

“Lepas kamu bilang? Ini juga yang Maya rasakan ketika kamu menjambak dia tadi,” sahut Jihan. Bukan hanya menjambak, tetapi Jihan melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Naura juga mendorong dengan kencang bahu Maya sampai membuat gadis itu mengaduh.

Tak terima dengan perlakuan Jihan, Naura juga balas menarik jilbab yang Jihan kenakan.

Kedua teman Naura saling melirik dan saling memberi isyarat untuk menghentikan pertengkaran antara Jihan dan Naura.

“Kamu aja,” ujar seorang Santriwati teman Naura.

“Kamu ajalah! Aku nggak berani,” sahut santriwati yang satunya lagi.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang