بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ🍁🍁
“Berdasarkan bukti-bukti yang ada, salah satunya rekaman percakapan Dian dan Alvin dalam ponsel Alin, mereka akan terjerat pasal berlapis. Yaitu pasal pencemaran nama baik dengan pidana penjara maksimal enam tahun atau denda satu milyar rupiah. Dan yang kedua pasal pembunuhan berencana dengan pidana penjara maksimal 20 tahun.”“Itu sudah pasti 'kan, Ravi? Mereka sudah pasti akan di penjara sesuai hukumannya, 'kan?” tanya Rima kepada menantunya tersebut.
Ravindra tersenyum. “Insyaa Allah iya, Umi. Sejauh ini dalam kasus ini pihak Arka sebagai penuntut masih posisi unggul. Namun, para Polisi dan Tim penyidik masih memerlukan banyak bukti kuat untuk itu. Kita doakan saja semoga ke depannya pihak lawan tidak berulah hanya karena ingin memenangkan kasus ini,” jawabnya.
Kening Arka bertaut. “Maksudnya berulah yang bagaimana, Kak?” tanyanya.
“Kedua orang tua Dian dan Alvin bukan orang sembarangan, Ka. Mereka punya posisi yang cukup berpengaruh dalam hal politik. Untuk menjaga image mereka tetap baik dalam pandangan umum, tentu Pak Setyawan dan Bu Lidya tak akan semudah itu membiarkan kedua anaknya masuk penjara. Termasuk ....”
“Merekayasa barang bukti?” tebak Arka. Ravindra mengangguk.
“Tapi kamu tenang aja, Ka. Kakak yakin kasus ini akan dimenangkan oleh kamu. Selain bukti rekaman ponsel itu, kita juga punya saksi kunci yaitu Alin. Kita hanya perlu mencari barang bukti lebih banyak lagi kalau dalam video itu, Dian memang sengaja ingin menjebak kamu,” ujarnya.
“Tapi, gimana caranya? Rekaman CCTV di jalan itu sudah dipotong sebagian.”
“Apa kamu ingat wajah orang-orang yang menjambret Dian waktu itu?” tanya Ravindra.
Arka terdiam. Dia memejamkan matanya sejenak.
“Mungkin kalau sekedar membayangkannya aku nggak begitu ingat, Kak. Tapi kalau melihat secara langsung aku pasti akan hafal wajahnya seperti apa.”
Ravindra mangguk-mangguk paham. “Yasudah, karena ini sudah malam, Ravi pamit ya, Umi.” Ravindra bangkit berdiri dan mencium punggung tangan mertuanya tersebut. Selanjutnya, lelaki itu melemparkan pandangannya pada Arka. Dia menepuk bahu adik iparnya itu sebanyak dua kali.
“Aku tahu kamu kuat, Ka.”
Arka hanya mengangguk saja. Sepeninggal Ravindra, lelaki itu juga berpamitan masuk ke kamarnya.
Arka tertawa miris setibanya dia di kamarnya. Apa kata Ravindra tadi? Dirinya kuat? Bagaimana dia bisa kuat sedangkan seseorang yang telah menjadi kekuatannya kini tak ada di sisinya?
Sepuluh hari berlalu keberadaan Jihan masih belum ada kepastian. Tim BASARNAS sampai detik ini belum juga menunjukkan tanda-tanda dimana istrinya sekarang.
Ya Allah ....
Arka menghela nafas singkat. Lelaki itu kemudian bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Shalat sunnah dua rakaat, lalu dilanjut muraja'ah hafalan Qur'an-nya. Itulah yang sepuluh hari terakhir ini Arka lakukan.
Bukan untuk mengalihkan fikirannya agar melupakan Jihan. Bukan! Itu jelas tidak mungkin! Tiada satu detik pun waktu yang Arka lewati tanpa mengingat istrinya.
Salah satu gurunya pernah berkata. Sebaik-baik pasangan adalah dia yang semakin mendekatkan kita kepada Sang Khaliq. Seperti itulah Jihan untuknya.
Mengingat Jihan, mengingatkan Arka pada kebaikan semesta yang menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan di tengah banyaknya hambatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️
Ficción GeneralSpin off ≈ Munajat Cinta Shafiya [Romance - sad - Spiritual] ____ Dibalik sikap menyebalkannya, Arka ternyata memiliki sisi hangat dan penyayang. Dia juga sangat lihai menguatkan dan memberi semangat pada orang-orang yang sedang bersedih. Salah satu...