Bagian 28 : Api Kemarahan

914 46 1
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁


"Marah memang tidak salah. Itu adalah bagian emosi dalam otak kita yang Penciptanya adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun, bisa menjadi bencana kalau kita sampai lepas kendali dalam mengontrol kemarahan itu. Apalagi, melampiaskannya pada orang lain dengan emosi yang memuncak. Bukan hanya hukuman dunia, hukuman Akhirat juga akan berlaku."

~Semesta untuk Fatih~
_____

"Assalamu'alaikum, Kak."

Andra yang sedang mengecek hasil pekerjaannya seketika menoleh. Senyumnya terbit.

"Wa'alaikumussalam ...." Lantas, dengan cepat lelaki itu beranjak menghampiri Jihan dan memeluknya singkat.

"Kamu nggak papa, 'kan?" tanya Andra menatap adiknya itu dengan sorot khawatir.

Jihan tersenyum. "Aku nggak papa, kok. Tadi 'kan aku udah bilang kalau aku mampir ke rumah temen dulu," jawabnya.

"Teman kamu yang mana? Alin?"

Jihan meringis. Bagaimana ini? Tidak mungkin dia menyeret Alin dalam masalahnya ini. Tetapi, dia juga tidak mungkin mengatakan kalau teman yang dia maksud adalah teman hidupnya kini, suaminya.

Jihan merasa terjebak dengan ucapannya sendiri. Benar dengan apa yang dikatakan Arka, ketika kita sudah berbohong satu kali maka selanjutnya kita pasti akan mengatakan berbagai kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan yang pertama.

Padahal, Allah sudah jelas memerintahkan hamba-Nya untuk selalu berkata jujur. Banyak juga hadist-hadist yang menjelaskan perihal itu.

Salah satunya yang dari Ibnu Mas'ud, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim).¹

"Jihan ...!" tegur Andra.

Jihan terperanjat.

"Kamu kenapa malah bengong gitu?" tanya Andra. Jihan menggeleng, lalu tersenyum tipis.

"Nggak papa kok, Kak. Kayaknya aku mau langsung ke kamar aja ya, Kak. Cape banget!" pamitnya.

Andra mengangguk mengiyakan. "Oh iya, Dek!" panggilnya saat Jihan baru beberapa langkah berjalan.

Jihan yang baru mau mencapai tangga menoleh. "Iya, Kak. Kenapa?"

"Nanti ada yang mau Kakak sampaikan sama kamu, bisa 'kan kita bicara?"

Jihan terdiam sejenak. Sepertinya waktu yang tepat kalau dia juga mengatakan semuanya soal Arka.

"Iya, Kak."

Andra tersenyum. "Yasudah, kamu istirahat aja sekarang!"

Jihan mengangguk dan bergegas menuju kamarnya. Andra memperhatikan kepergiannya dengan tatapan nanar.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang