Bagian 19 : Pernikahan yang dibatalkan

896 46 13
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁


||


"Kalian sudah selesai?" tanya Damar menyusul Ibu, Bibi dan juga Jihan yang baru saja keluar dari butik.

"Lama banget kamu, Nak? Jadi nggak sempet lihat Jihan cobain gaunnya. Kamu tahu? Calon istri kamu ini cantik banget pas pakai gaun pengantin," ujar Salma dengan wajah berbinarnya.

Damar tersenyum menanggapi perkataan Mamanya itu. Tatapannya beralih pada Jihan, gadis itu menunduk sambil memainkan jari jemarinya.

"Kalau begitu, ayo kita pulang!" ajak Damar.

"Nggak cari makan dulu, Mama laper," kata Salma. Dia menolehkan pandangannya pada Jihan. "Kamu juga, 'kan?" tanyanya pada gadis di sampingnya tersebut.

Tak enak menolak ajakan calon mertuanya, Jihan mengangguk saja. Apalagi, ketika melihat tatapan Damar padanya yang seolah menunggu jawaban.

"Yasudah, ayo!"

Damar membukakan pintu kursi belakang. Niatnya untuk Bibinya dan Jihan, tetapi yang masuk dan duduk di sana malah Bibi dan Mamanya sendiri.

"Mama pengen sekalian tiduran, gantian aja sekarang Jihan yang di depan sama kamu," ujarnya.

Damar menghela nafas. "Gimana?" tanyanya pada Jihan.

"Saya nggak papa," jawab Jihan. Ya memang mau dimana lagi? Kalau dia juga ikut duduk di belakang yang ada Damar seperti Supir mereka. Itu tidak sopan, 'kan?

Lain halnya kalau Damar yang mengusulkan duluan seperti Arka yang suka rela menjadi Supir untuknya dulu.

"Kenapa dia lagi? Astaghfirullah ...!" Jihan menggeleng cepat berusaha mengusir bayangan Arka dalam benaknya.

"Kamu kenapa, Han?" tanya Damar yang sepintas melihat Jihan menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Eh, nggak papa, kok," kilah Jihan.

Selanjutnya, mobil itu melaju pergi dari tempat tersebut.

•••

Jika gadis pada umumnya akan sangat bahagia dalam menyambut pernikahannya, lain halnya Jihan yang justru terlihat biasa saja. Bahkan, menjelang hari H-nya dua minggu lagi. Gadis itu masih sempat-sempatnya kuliah.

Entah kenapa, semakin mendekati hari H, semua malah semakin terasa hambar. Bukannya mantap, Jihan malah semakin ragu dengan pernikahannya ini.

"Han, aku pulang nebeng, ya? Mobilku lagi di pinjem Papa." Alin menghampiri Jihan yang berjalan di lorong kampus bersiap pulang.

Alin mengerutkan keningnya saat Jihan tak menyahut ucapannya.

"Jihan ...!" tegurnya menepuk pundak gadis itu.

Jihan terperanjat. "Ah iya, kenapa?"

Mata Alin memicing. "Kamu ngelamun, ya?"

Jihan hanya menggaruk tengkuknya.
"Tadi kamu bilang apa?"

Alin menghela nafas. "Han, jujur deh! Kamu sebenarnya nggak setuju 'kan sama pernikahan ini? Aku perhati'in semakin mendekati hari pernikahan, raut wajah kamu nggak ada bahagia-bahagianya," ungkapnya.

Jihan menelan ludah. "Ini demi kebahagiaan Papa."

"Terus kamu? Kebahagiaan kamu sendiri, gimana?" tanyanya.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang