Bagian 31 : Menjalankan kewajiban

765 42 3
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁


Sebelum masuk ke cerita, shalawatan dulu, yuk!

Allahumma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'Ala 'Ali Sayyidina Muhammad,

Selamat membaca😊

____

Mobil Damar berhenti tepat di depan Andra yang memang sudah menunggunya di halte. Dia bergegas turun dan melangkah menghampiri lelaki itu.

“Ini,” ucapnya seraya memberikan amplop coklat ke hadapan Andra.

Andra menerimanya dengan seulas senyum terbit di wajahnya. “Makasih banyak, Mar. Kalau bukan karena lo, gue nggak tahu mau minta bantuan siapa supaya motor gue cepet laku,” ucapnya.

Damar mengangguk. “Sama-sama. Padahal, kalau lo mau, lo bisa pake uang gue dulu, Dra. Nggak perlu sampai jual motor segala.”

“Nggak papa. Sekarang gue nggak terlalu butuh sama motor itu lagi,” sahut Andra.

Damar angguk-angguk mengerti.

“Yaudah, kalau gitu gue pergi duluan, ya?” pamit Andra.

“Assalamu’alaikum ....”

“Wa’alaikumussalam,” jawab Damar. Lelaki itu memperhatikan kepergian Andra yang lama-lama menjauh dari pandangannya. Seandainya dulu dia tidak mudah terhasut, pasti sekarang dirinya sudah resmi menikah dengan adiknya.

•••

Langkah Arka yang hendak memasuki kamarnya seketika urung. Dia menyandarkan tubuhnya pada pintu sambil melihat sang istri yang terlihat fokus mengamati kembali pakaian yang dikenakannya. Detik berikutnya, Arka melangkah mendekat, lalu memeluk istrinya tersebut dari belakang.

Masyaa Allah, cantik banget sih, istriku ini,” pujinya menatap pantulan wajah Jihan pada cermin di depannya.

Jihan tersenyum. “Terima kasih,” sahutnya.

“Apa kamu nggak bisa menginap aja di sini?” tanya Arka. Lelaki itu membenamkan wajahnya seluruhnya pada ceruk leher Jihan yang tertutup pashmina.

“Malam ini aja. Ya?” bujuknya dengan ekspresi wajah yang mampu membuat Jihan menahan senyum. Ternyata dibalik sikap bijak dan dewasanya Arka ketika di depan umum, ada sisi manja juga dalam diri lelaki itu.

“Nggak bisa, Mas,” tolak Jihan dengan halus. Sepasang tangan kokoh yang melingkar sempurna di perutnya itu ia tepuk-tepuk perlahan. Detik berikutnya, Jihan berbalik menghadap pada sang suami.

Sekilas dia melirik jam di tembok sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Tepat satu jam setengah lagi biasanya jadwal Andra pulang.

“Ayo, anterin aku pulang! Takutnya Kak Andra keburu sampai duluan, terus dia curiga aku belum di rumah.”

Arka menghela nafasnya panjang, lalu mengangguk. Meski berat akhirnya dia menuruti ucapan sang istri dan melepas pelukannya.

“Aku ganti baju dulu,” ucapnya. Jihan mengangguk. Selagi menunggu Arka, gadis itu berjalan menuju jendela kamar yang masih terbuka untuk dia kunci. Takutnya nanti Arka lupa. Apalagi, Rima yang kemungkinan akan menginap di Pesantren lagi.

Duart ...!

Astaghfirullah!” pekik Jihan spontan mendengar petir yang menggelegar. Buru-buru gadis itu mengunci jendela tersebut. Tak lama setelahnya, hujan turun dengan amat lebat.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang