بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
🍁🍁
Jihan menatap iba Sandra yang menangis pilu di dekapan Alin. Dia bercerita kalau saudaranya baru saja mengalami kecelakaan dan harus segera dioperasi. Dan biaya operasinya mencakup sekitar delapan juta.“Aku bener-bener nggak tahu mesti minta bantuan sama siapa lagi? Aku udah nyari pinjaman ke semua sanak saudara, tapi mereka nggak ada yang bisa bantu,” ujarnya diiringi tangisan. Bahkan, cadar yang dikenakannya sudah basah karena air mata.
Jihan dan Alin saling menoleh. Alin sudah mengatakan kalau dia juga sedang tidak memegang uang sebanyak itu. Papanya saja belum kembali dari pekerjaannya di Singapura.
Jihan menggigit bibir bawahnya tanpa sepengetahuan keduanya. Dia memang ada uang dengan jumlah itu dari uang bulanan yang diberikan Arka. Hanya saja, dia ragu mau memberikannya pada Sandra. Dia takut Arka akan marah.
Ya Allah, aku harus gimana sekarang?
Jihan menghela nafas panjang. Baiklah! Dia akan mencoba berbicara pada suaminya itu. Semoga saja Arka mau mengerti.
“Lin, sebentar, ya?” pamit Jihan, lalu beranjak berdiri. Dia akan menghubungi Arka sekarang juga.
Satu kali, dua kali sampai ketiga kalinya tidak diangkat. Jihan melihat jam di arlojinya. Harusnya sekarang Arka sedang istirahat. Kemana dia sebenarnya?
Keempat kalinya Jihan mencoba, tetapi hasilnya masih sama. Telpon itu memang tersambung, tapi tidak diangkat. Bersamaan itu, Sandra menerima telpon dari Ibunya. Katanya kondisi adiknya semakin kritis dan bila tidak cepat dioperasi maka bisa-bisa nyawanya tak tertolong.
Jihan menghela nafas. Sepertinya memang tak ada pilihan lain. Untuk saat ini, Sandra amat membutuhkan uang itu.
“San, ayo kita ke Rumah Sakit! Soal biaya biar aku yang tanggung semuanya,” ujar Jihan pada akhirnya.
Spontan Sandra dan Alin terkejut.
“Kamu yakin, Han? Tapi uang itu nominalnya besar, lho. Atau jangan-jangan itu buat uang kuliah kamu, ya?” tanya Sandra.
Jihan menelan ludah. Tidak mungkin dia berkata jujur pada mereka kalau sebenarnya uang itu adalah pemberian Arka sebagai nafkah karena berstatus suaminya.
Jihan tersenyum, lalu memegang lengan Sandra. “Nggak papa, lagian masih ada waktu, kok. Kamu pake aja dulu, ya? Tolong jangan menolak! Ini semua aku lakukan karena aku tulus ingin membantu kamu sebagai sahabat aku.”
Sandra tersenyum haru. “Makasih banyak, Jihan.”
Jihan mengangguk. “Yaudah, yuk!” ajaknya yang diangguki oleh keduanya.
Dia belum terlalu membutuhkan uang itu. Sepertinya uang ini memang sudah rezekinya Sandra, seperti yang dijelaskan Arka tempo hari.
__
“Rezeki itu udah diatur sepenuhnya sama Allah. Dan setiap manusia sudah ditentukan kadarnya sesuai kebutuhannya. Kalau ketetapan-Nya kita mendapat satu juta, ya sampai kita meninggal memang akan diberikan seporsi itu. Nggak akan berubah jadi satu milyar.
Semua sudah terjamin. Asal kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh, insyaa Allah akan diberikan. Nanti yang membedakannya, itu dari keberkahannya. Jangankan satu juta, uang seratus ribu aja kalau berkahnya dapat bisa cukup sampai satu bulan, lho.”
Jihan mengerutkan kening. Dia menatap Arka dengan tak percaya. Ya jelaslah! Uang seratus ribu dalam sebulan, terutama tinggal di Jakarta, mau makan apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️
General FictionSpin off ≈ Munajat Cinta Shafiya [Romance - sad - Spiritual] ____ Dibalik sikap menyebalkannya, Arka ternyata memiliki sisi hangat dan penyayang. Dia juga sangat lihai menguatkan dan memberi semangat pada orang-orang yang sedang bersedih. Salah satu...