Bagian 49 : Pesantren Al-Falah

667 34 3
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁

“Terima kasih banyak, Ya Allah ....

Atas karunia dan nikmat tiada tara yang telah anugerahkan kepadaku,

Terima kasih karena Engkau masih memberikan aku kesempatan untuk hidup di dunia ini serta memperbanyak amal shaleh sebagai bekal untuk menghadap-Mu kelak. Terima kasih banyak ....”

Jihan menghela nafasnya panjang. Kedua tangan yang sengaja dia tengadahkan itu bergetar, kontras dengan pelupuk matanya yang terasa perih.

“Duhai Rabbi, aku mohon bimbingan-Mu agar aku dapat menjadi istri yang shalihah untuk suamiku. Jujur, sampai saat ini aku masih bingung, namun aku yakin kalau Engkau tak mungkin salah dalam menetapkan takdir setiap hamba-Mu. Jagalah kami, Ya Rabb, berilah kemampuan untukku menjadi istri yang berbakti untuknya. Aminn, aminn, ya Rabbal Alamin ....”

Jihan mengusap wajahnya pelan, lalu menghela nafas singkat. Perasaannya kini terasa lega.

Segera, perempuan itu beranjak bangun sambil berniat membuka mukena yang dia kenakan.

Deg!

Seketika Jihan terpaku di tempat ketika melihat yang Arka tengah bersandar di pintu kamar dengan tangan dilipat di dada. Senyuman manis lelaki itu terbit.

Gawat! Sejak kapan lelaki itu kembali dari Masjid? Jangan-jangan Arka mendengar doa yang tadi dia ucapkan.

“Se–sejak kapan kamu berdiri di situ?” tanya Jihan seraya memalingkan muka mencoba menghilang rasa gugup yang kian mendera.

Arka tak langsung menjawab. Lelaki itu melangkah mendekat. Tangannya terjulur membantu melepas mukena yang Jihan kenakan.

“Sejak kamu awal berdoa.”

Hah?

Ingin rasanya Jihan kabur saja sekarang. Benar-benar memalukan! Mana tadi semua doanya dia panjatkan atas nama Arka. Perempuan itu menunduk, menyembunyikan rona merah di pipinya akibat menahan malu.

“Sayang.” Dengan lembut Arka menarik dagu Jihan, membuat perempuan itu menatap matanya. “Kamu itu udah menjadi istri terbaik yang aku punya. Aku sangat bersyukur karena Allah menjodohkan kita berdua.” Perlahan, Arka mencondongkan wajahnya dan mendaratkan satu kecupan pada kening sang istri cukup lama.

“Aku mencintaimu,” ujarnya kemudian.

Jihan membeku. Tubuhnya seakan kehilangan daya dan dia merasa sedang melayang sekarang. Belum lagi detak jantungnya yang seperti ingin meledak saking cepat detakannya.

“Tapi aku belum inget kamu,” balas Jihan. Sekalipun dia merasa perasaan yang berbunga-bunga ketika Arka berlaku romantis, ingatan yang belum sepenuhnya pulih membuat Jihan kadang merasa bingung sendiri.

Arka tersenyum. Kedua tangannya menangkup wajah Jihan. Ditatapnya lekat dan dalam manik mata sang istri di depannya sekarang.

“Hanya dengan kamu tetap berada di sisiku, itu udah lebih dari cukup. Soal ingatan kamu yang belum pulih, nanti kita cari sama-sama solusinya.”

Untuk pertama kalinya Jihan melihat sisi lain dalam diri Arka. Bukan lagi sosok seorang yang otoriter dan bersikap seenaknya sendiri, tetapi Arka sekarang terlihat sosok pribadi yang tulus dan sangat pengertian.

“Terima kasih.”

Arka mengangguk. Sedetik kemudian, dia menarik tubuh Jihan dalam pelukannya.

Mungkin awal-awal terasa aneh dan canggung, tetapi Jihan harus membiasakan diri karena bagaimana pun Arka adalah suaminya.

Semesta Untuk Fatih [END] TERBIT✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang